Visualisasi pertemuan pertama setelah terpisah dan merindu.
Kisah penciptaan Nabi Adam sebagai manusia pertama dan Hawa sebagai pendampingnya adalah narasi fundamental dalam banyak tradisi agama samawi. Setelah periode panjang di surga (Jannah), takdir Ilahi menentukan perjalanan mereka ke muka bumi. Episode yang paling mengharukan dan penuh makna spiritual adalah saat mereka akhirnya dipertemukan kembali setelah terpisah dan menjalani cobaan di dunia yang asing.
Setelah tergoda oleh bisikan Iblis dan melanggar larangan Allah SWT, Adam dan Hawa diusir dari Taman Eden. Pengusiran ini bukan sekadar hukuman, melainkan awal dari fase ujian (imtihan) dan pembelajaran bagi umat manusia. Mereka diturunkan di dua tempat yang berjauhan—tradisi menyebutkan Adam di daerah yang kini dikenal sebagai Sri Lanka atau wilayah sekitar Mekah, sementara Hawa di Jeddah.
Kehidupan di bumi bagi mereka adalah pengalaman baru yang penuh tantangan. Mereka harus belajar bertahan hidup, mencari makan, membangun tempat berlindung, dan yang terpenting, menghadapi kesendirian mendalam. Meskipun mereka telah diciptakan untuk saling melengkapi, jarak fisik dan ketidaktahuan akan lokasi satu sama lain menciptakan rasa kehilangan yang tak terlukiskan. Periode penantian ini adalah masa penuh penyesalan, doa, dan permohonan ampunan kepada Sang Pencipta. Mereka menjalani hidup dengan kesadaran penuh atas kesalahan masa lalu, namun penuh harapan akan rahmat Ilahi.
Setelah waktu yang lama—bervariasi dalam riwayat dari beberapa dekade hingga ratusan tahun—Allah SWT memperkenankan doa mereka. Lokasi pertemuan ini sangat sakral dan dihormati dalam sejarah keagamaan, dikenal sebagai Padang Arafah. Pertemuan antara Adam dan Hawa di Arafah adalah momen klimaks yang menandai berakhirnya masa isolasi dan dimulainya fase baru kemanusiaan.
Deskripsi pertemuan tersebut seringkali menekankan air mata syukur dan luapan emosi yang tak tertahankan. Setelah sekian lama mencari dan merindukan belahan jiwanya, tatapan mata pertama mereka dipenuhi pengakuan, maaf, dan rasa syukur yang mendalam. Momen ini menegaskan kembali tujuan penciptaan mereka sebagai pasangan yang diciptakan untuk saling mendukung dalam menjalankan amanah kekhalifahan di bumi.
Pertemuan Nabi Adam dan Hawa di Arafah bukan hanya akhir dari sebuah pencarian fisik, tetapi awal dari fondasi peradaban manusia. Dari titik pertemuan ini, mereka mulai membangun kehidupan bersama. Mereka belajar tentang tata kelola bumi, berkeluarga, dan meneruskan ajaran tauhid yang telah mereka terima.
Kisah ini mengajarkan beberapa pelajaran universal: Pertama, bahwa kesalahan manusia akan selalu diikuti oleh kesempatan untuk bertobat dan menerima rahmat. Kedua, betapa pentingnya memiliki pasangan atau pendamping sejati dalam menghadapi kerasnya kehidupan; kesendirian adalah beban berat yang harus diatasi bersama. Ketiga, bahwa segala sesuatu yang hilang karena pelanggaran, akan diganti dengan pertemuan yang lebih bermakna setelah melalui proses penyesalan dan kesabaran yang diuji.
Hingga hari ini, lokasi pertemuan suci tersebut—Arafah—menjadi puncak ritual ibadah haji, di mana miliaran umat Islam berkumpul untuk mengenang kisah pengampunan dan awal mula umat manusia. Ini adalah pengingat abadi bahwa di balik setiap cobaan dan perpisahan, terdapat janji pertemuan yang penuh rahmat dari Tuhan Yang Maha Pengasih.