Nama Buya Syafii Ma'arif identik dengan pemikiran Islam progresif, moderat, dan sangat berakar pada nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Beliau, yang lahir di Sumatera Barat, bukan sekadar seorang ulama atau cendekiawan, melainkan arsitek gagasan yang berperan vital dalam diskursus intelektual pasca-kemerdekaan. Perjalanan hidupnya mencerminkan dedikasi tanpa henti untuk memajukan pendidikan dan memperjuangkan Islam yang rahmatan lil 'alamin di tengah tantangan zaman.
Akar Intelektual dan Pendidikan
Pendidikan Buya Syafii Ma'arif sangatlah luas, dimulai dari tradisi pesantren lokal hingga jenjang pendidikan tinggi di Kairo, Mesir. Latar belakang inilah yang memberinya perspektif ganda: menghargai tradisi keilmuan Islam klasik, sekaligus terbuka terhadap diskursus modern dan filsafat Barat. Ketajaman analisisnya seringkali membedakannya dari pemikir lain; ia mampu mengkontekstualisasikan ajaran Islam secara relevan tanpa mengorbankan esensi teologisnya.
Salah satu warisan terbesar beliau adalah pendekatannya terhadap pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia. Ia konsisten menyerukan perlunya interpretasi ajaran agama yang membebaskan, menolak segala bentuk radikalisme, dan menekankan pentingnya dialog antariman serta antarbudaya. Bagi Buya Syafii, Islam adalah kekuatan transformatif yang harus berpihak pada keadilan sosial, kemanusiaan, dan kemajuan peradaban.
Peran Sentral dalam Kebangsaan
Lebih jauh dari ranah keagamaan, Buya Syafii Ma'arif adalah seorang negarawan pemikir. Beliau adalah salah satu tokoh yang sangat gigih mengawal ideologi Pancasila sebagai falsafah hidup berbangsa. Ia melihat Pancasila bukan sebagai kompromi yang lemah, melainkan sebagai *platform* kebangsaan yang paling ideal dan inklusif bagi kemajemukan masyarakat Indonesia. Kontribusinya dalam mendefinisikan hubungan antara Islam dan Negara Republik Indonesia sangat signifikan, terutama dalam masa-masa transisi politik yang penuh gejolak.
Pengalaman kepemimpinannya di Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam terbesar di dunia, menjadi bukti nyata komitmennya pada pembangunan umat melalui jalur pendidikan dan sosial. Di bawah kepemimpinannya, upaya modernisasi institusi terus digalakkan, memastikan bahwa lembaga pendidikan yang dinaungi Muhammadiyah mampu mencetak kader-kader yang tidak hanya alim dalam agama tetapi juga cakap dalam ilmu pengetahuan umum dan memiliki kesadaran sosial yang tinggi.
Islam, Demokrasi, dan Kritik Sosial
Karya-karya tulisnya, baik berupa buku maupun esai, seringkali menjadi referensi penting dalam studi Islam kontemporer. Ia tidak segan untuk memberikan kritik tajam terhadap penyimpangan kekuasaan atau ketika terjadi polarisasi yang mengancam kohesi sosial. Sikap kritis ini lahir dari keyakinan bahwa seorang intelektual muslim wajib bersikap sebagai 'penjaga moral' bangsa.
Buya Syafii Ma'arif mengajarkan bahwa moderasi bukanlah sikap jalan tengah yang abu-abu, melainkan posisi yang berani dan berdasarkan kajian mendalam. Moderasi versi beliau adalah penolakan terhadap ekstrem kanan yang intoleran dan ekstrem kiri yang anti-ketuhanan. Filosofi ini menjadikannya sosok yang dihormati lintas spektrum politik dan keyakinan. Warisan pemikiran beliau terus relevan, mengajak generasi penerus untuk terus berjuang demi terwujudnya Indonesia yang damai, adil, dan tercerahkan. Pemikiran Buya Syafii Ma'arif adalah lentera yang menerangi jalan bagi umat Islam Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi dan fundamentalisme.
Inspirasi yang ditinggalkan oleh Buya Syafii Ma'arif adalah bukti bahwa keislaman yang otentik selalu berjalan seiring dengan kecintaan mendalam terhadap tanah air dan kemanusiaan universal.