Contoh Penilaian Diagnostik Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa, diferensiasi, dan pengembangan potensi setiap individu. Salah satu instrumen kunci untuk mewujudkan hal ini adalah melalui penilaian diagnostik. Penilaian diagnostik pada Kurikulum Merdeka bukan sekadar mengukur hasil belajar, melainkan sebagai alat untuk memahami kesiapan, kebutuhan, kekuatan, dan kelemahan siswa sebelum memulai sebuah pembelajaran baru atau unit topik. Tujuannya adalah untuk memberikan dasar yang kuat bagi guru dalam merancang pembelajaran yang lebih efektif dan relevan.
Berbeda dengan penilaian formatif yang dilakukan selama proses pembelajaran untuk memberikan umpan balik, atau penilaian sumatif yang mengukur pencapaian akhir, penilaian diagnostik bersifat pra-pembelajaran. Hasilnya digunakan untuk menginformasikan keputusan pengajaran, seperti pengelompokan siswa, strategi pembelajaran yang akan diterapkan, dan materi pengayaan atau remedial yang dibutuhkan.
Prinsip-prinsip Penilaian Diagnostik Kurikulum Merdeka
Penilaian diagnostik dalam konteks Kurikulum Merdeka memiliki beberapa prinsip utama:
- Berfokus pada Siswa: Menyelami pemahaman, keterampilan, dan sikap siswa secara personal.
- Non-Penghakiman: Bertujuan untuk memahami, bukan untuk memberi nilai akhir atau menghakimi siswa.
- Informatif: Memberikan informasi berharga bagi guru dan siswa itu sendiri.
- Fleksibel: Dapat bervariasi bentuk dan tekniknya sesuai dengan konteks dan jenjang pendidikan.
- Berbasis Kebutuhan: Menghasilkan data yang dapat digunakan untuk menyesuaikan pembelajaran.
Kapan Penilaian Diagnostik Dilakukan?
Penilaian diagnostik idealnya dilakukan pada beberapa momen krusial, antara lain:
- Awal Tahun Ajaran: Untuk memetakan kondisi awal seluruh siswa.
- Awal Unit Pembelajaran Baru: Memeriksa pemahaman prasyarat yang diperlukan untuk topik baru.
- Sebelum Memulai Proyek Besar: Mengidentifikasi keterampilan dan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa terkait proyek.
- Ketika Siswa Mengalami Kesulitan: Untuk mengidentifikasi akar masalah ketidakpahaman.
Contoh Penerapan Penilaian Diagnostik
Mari kita lihat beberapa contoh konkret penerapan penilaian diagnostik di berbagai mata pelajaran dan jenjang:
1. Jenjang Sekolah Dasar (Misalnya, Matematika Topik Pecahan)
Sebelum mengajarkan konsep pecahan yang lebih kompleks, guru dapat melakukan penilaian diagnostik dengan:
- Observasi: Memberikan siswa gambar benda yang dibagi (misalnya, pizza, kue) dan meminta mereka untuk mendeskripsikan bagian yang diarsir atau dibagikan.
- Pertanyaan Lisan: Menanyakan kepada siswa, "Jika sebuah roti dibagi menjadi 4 bagian yang sama, dan kamu mengambil 1 bagian, bagian mana yang kamu ambil?" atau "Apa yang dimaksud dengan setengah?"
- Tugas Sederhana: Meminta siswa menggambar lingkaran dan membaginya menjadi dua bagian sama besar, lalu mewarnai salah satu bagiannya.
Hasilnya akan menunjukkan apakah siswa sudah memiliki pemahaman dasar tentang konsep "bagian dari keseluruhan", kesamaan ukuran, dan kemampuan representasi visual.
2. Jenjang Sekolah Menengah Pertama (Misalnya, Bahasa Indonesia Menulis Cerita Fiksi)
Untuk memulai pembelajaran menulis cerita fiksi, guru dapat melakukan penilaian diagnostik dengan:
- Tes Tulis Singkat: Meminta siswa menulis paragraf pendek berdasarkan gambar atau kata kunci yang diberikan, fokus pada pengembangan ide awal, penggunaan kalimat, dan pemilihan kata sederhana.
- Diskusi Kelompok Terbimbing: Memberikan pertanyaan pemantik seperti "Menurutmu, apa saja unsur penting dalam sebuah cerita?" atau "Bagaimana cara membuat pembaca tertarik pada awal cerita?"
- Analisis Teks Pendek: Memberikan contoh cerita pendek yang sederhana dan meminta siswa mengidentifikasi siapa tokohnya, di mana latarnya, dan apa yang terjadi.
Ini akan membantu guru mengidentifikasi tingkat kemampuan awal siswa dalam hal kreativitas ide, struktur narasi dasar, dan penguasaan unsur intrinsik cerita.
3. Jenjang Sekolah Menengah Atas (Misalnya, Fisika Konsep Energi)
Sebelum masuk ke rumus-rumus energi potensial dan kinetik, guru bisa melakukan penilaian diagnostik melalui:
- Kuesioner atau Angket: Memberikan pertanyaan terbuka terkait fenomena sehari-hari yang melibatkan energi, misalnya, "Mengapa bola yang dilempar ke atas bisa kembali jatuh?" atau "Bagaimana cara bola bergerak saat menuruni lereng?"
- Studi Kasus Sederhana: Menjelaskan sebuah skenario sederhana (misalnya, roller coaster) dan meminta siswa menjelaskan apa yang terjadi pada energi benda tersebut.
- Tugas Pemecahan Masalah Konseptual: Memberikan soal pilihan ganda atau isian singkat yang menguji pemahaman konsep energi secara kualitatif, bukan kuantitatif.
Tujuannya adalah mengetahui miskonsepsi yang mungkin dimiliki siswa dan tingkat pemahaman konseptual mereka mengenai transformasi dan kekekalan energi.
Melalui contoh-contoh ini, terlihat bahwa penilaian diagnostik tidak harus rumit atau memakan banyak waktu. Yang terpenting adalah relevansinya dengan tujuan pembelajaran berikutnya dan kemampuannya memberikan informasi yang dapat ditindaklanjuti oleh guru. Dengan memahami kondisi awal siswa, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif, efektif, dan memberdayakan, sesuai dengan semangat Kurikulum Merdeka.