Ibadah qurban merupakan salah satu ritual terpenting dalam Islam, dilaksanakan pada hari raya Idul Adha sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Seiring perkembangan zaman, muncul berbagai metode pelaksanaan qurban, salah satunya adalah melalui skema arisan qurban. Metode ini melibatkan sekelompok orang yang secara rutin mengumpulkan dana, kemudian menentukan secara undian siapa yang akan melaksanakan qurban pada tahun tersebut. Pertanyaannya, bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik ini?
Secara fundamental, qurban (atau udhiyah) adalah ibadah yang mensyaratkan adanya penyerahan harta benda (hewan ternak) yang memenuhi syarat, dilakukan pada waktu yang ditentukan, dan diniatkan semata-mata karena Allah SWT. Para ulama sepakat bahwa hukum qurban bagi mereka yang mampu adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Inti dari ibadah ini adalah pengorbanan dan penyerahan diri, bukan semata-mata transaksi finansial.
Arisan qurban menggabungkan dua konsep muamalah yang berbeda: arisan dan qurban. Arisan sendiri pada dasarnya adalah bentuk pinjaman bersama atau tabungan kolektif yang bersifat hibah dari anggota yang belum mendapat giliran kepada anggota yang mendapat giliran. Namun, ketika digabungkan dengan qurban, muncul persoalan utama: apakah uang yang terkumpul melalui arisan dapat menggantikan kewajiban menyembelih hewan?
Mayoritas ulama kontemporer dan berbagai badan fatwa cenderung melarang keras skema arisan qurban jika uang hasil arisan tersebut yang dibelikan hewan untuk yang mendapat giliran. Alasannya sangat jelas, yaitu:
Ada sebagian kecil ulama yang melihat bahwa metode arisan qurban dapat dibolehkan, namun hanya jika skema arisan tersebut berfungsi murni sebagai mekanisme pengumpulan dana patungan (ta'awun), bukan sebagai pengganti hewan. Dalam pandangan ini, arisan hanya menjadi alat untuk memastikan setiap anggota mampu membeli hewan yang disyariatkan saat gilirannya tiba.
Syarat utama yang harus dipenuhi agar skema ini sah menurut pandangan yang membolehkan adalah:
Walaupun ada toleransi, pendapat yang melarang skema arisan qurban tetap menjadi mayoritas karena lebih menjaga kesempurnaan syarat sahnya ibadah qurban, yaitu wajibnya menyembelih hewan secara langsung (sesuai kemampuan) pada waktu yang ditentukan. Praktik arisan sering kali mengaburkan batas antara ibadah dan transaksi finansial sosial.
Bagi umat Islam yang ingin berbagi manfaat qurban namun kesulitan mengumpulkan dana sekaligus, terdapat beberapa alternatif yang lebih aman dan sesuai dengan kaidah fiqih, antara lain:
Kesimpulannya, hukum qurban dengan cara arisan cenderung dipandang tidak sah oleh mayoritas ulama jika yang menjadi dasar pelaksanaan qurban adalah hasil undian atau jika uang arisan menggantikan peran penyembelihan hewan itu sendiri. Ibadah qurban adalah ritual ketuhanan yang harus memenuhi rukun dan syarat yang ditetapkan, tidak boleh dijadikan objek spekulasi atau bergantung pada hasil undian. Lebih baik memilih metode pengumpulan dana yang jelas statusnya sebagai sarana menabung untuk memenuhi sunnah muakkadah qurban secara mandiri.