Visualisasi sederhana hubungan antara Substansi dan Kategori lainnya.
Kategori Aristoteles merupakan salah satu kontribusi paling fundamental dalam sejarah filsafat Barat. Ditemukan terutama dalam karyanya, *Kategori* (*Categories*), sistem ini bertujuan untuk menyediakan kerangka kerja untuk menganalisis dan memahami realitas—segala sesuatu yang dapat dikatakan atau dipikirkan. Bagi Aristoteles, untuk memahami suatu hal, kita harus memahami apa yang melekat padanya, dan kategori adalah cara untuk mengklasifikasikan atribut-atribut tersebut.
Sistem ini bukanlah sekadar daftar kata, melainkan sebuah upaya epistemologis dan ontologis untuk mengklasifikasikan semua hal yang dapat menjadi predikat dari suatu subjek (entitas). Tanpa kategori ini, bahasa dan pemikiran kita akan terjerumus dalam kekacauan tanpa struktur.
Pusat dari seluruh sistem kategori adalah **Substansi** (*Ousia*). Aristoteles membedakannya dari sembilan kategori lainnya yang ia sebut sebagai *accidentia* (aksidensi) atau predikasi sekunder. Substansi adalah hal yang eksis secara mandiri. Ia adalah subjek utama yang dapat menjadi tempat bertumpunya atribut lain, namun ia sendiri tidak bergantung pada atribut lain agar dapat eksis.
Contohnya, "Socrates" adalah substansi. Socrates bisa saja menjadi pintar, duduk, atau memiliki warna kulit tertentu, tetapi atribut-atribut tersebut (predikasi) bergantung pada eksistensi Socrates itu sendiri. Jika semua atributnya hilang, Socrates—sebagai substansi individu—masih ada (walaupun mungkin dalam keadaan berbeda).
Aristoteles mengidentifikasi sepuluh kategori utama yang dapat mencakup segala sesuatu yang dapat diklasifikasikan. Kategori-kategori ini menjawab pertanyaan mendasar tentang "apa itu?" ketika kita mendeskripsikan suatu substansi.
Berikut adalah sepuluh kategori tersebut, dengan penekanan pada perbedaan antara Substansi (Kategori Pertama) dan sembilan Kategori Lainnya (Aksidensi):
Signifikansi kategori Aristoteles melampaui sekadar taksonomi linguistik. Dalam metafisikanya, kategori menentukan bagaimana kita memahami keberadaan (*being*). Hanya substansi yang memiliki keberadaan dalam arti yang paling penuh dan independen. Semua kategori lainnya ada sebagai cara untuk mendeskripsikan atau memodifikasi substansi.
Sistem ini secara langsung memengaruhi perkembangan logika formal. Ketika kita membuat proposisi, seperti "Socrates yang berkulit putih sedang duduk di pasar," kita secara implisit menggunakan kategori-kategori ini: Socrates (Substansi), berkulit putih (Kualitas), duduk (Keadaan), di pasar (Tempat). Logika Aristotelian dibangun di atas premis bahwa struktur bahasa mencerminkan struktur realitas.
Berbeda dengan gurunya, Plato, yang memisahkan realitas menjadi Dunia Bentuk (ide abadi) dan dunia inderawi yang berubah, Aristoteles membawa filsafat kembali ke dunia konkret. Kategori-kategori ini berakar pada pengamatan empiris terhadap hal-hal yang ada di sekitar kita. Mereka adalah alat untuk menganalisis benda-benda di dunia ini, bukan entitas transenden.
Meskipun banyak filsuf setelahnya, seperti Immanuel Kant, mengkritik atau memodifikasi sistem ini—misalnya dengan mengajukan kategori apriori dalam *Critique of Pure Reason*—kerangka kerja sepuluh kategori Aristoteles tetap menjadi titik tolak esensial dalam pembahasan ontologi, metafisika, dan logika selama berabad-abad. Memahami kategori adalah memahami bagaimana tradisi filosofis Barat mulai menyusun dunia yang tampak kacau menjadi tatanan yang dapat dipahami.