Dalam lanskap perkembangan teknologi yang semakin pesat, muncul sebuah konsep penting yang relevan bagi bangsa Indonesia, yaitu **Pancasilanomic**. Istilah ini merupakan sintesis dari Pancasila sebagai dasar filosofis bangsa dan kata 'economic' (ekonomi) atau 'nomos' (aturan/tata kelola), yang secara luas merujuk pada penerapan nilai-nilai luhur Pancasila dalam seluruh aspek kehidupan, terutama dalam konteks pembangunan ekonomi, sosial, dan tata kelola digital modern.
Pancasilanomic bukanlah sekadar jargon baru, melainkan sebuah kerangka berpikir yang menuntut agar setiap inovasi, kebijakan, dan praktik bisnis tidak boleh menyimpang dari lima sila dasar. Hal ini menjadi krusial mengingat derasnya arus informasi dan transaksi digital yang berpotensi menggerus nilai-nilai luhur bangsa jika tidak dikelola dengan fondasi ideologi yang kuat.
Pancasilanomic menempatkan kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai filter utama dalam persaingan global, memastikan bahwa kemajuan teknologi tidak menciptakan jurang kesenjangan baru atau mengabaikan martabat manusia.
Era digital membawa tantangan sekaligus peluang. Di satu sisi, kita dihadapkan pada isu privasi data, kecerdasan buatan (AI), dan dominasi teknologi asing. Di sisi lain, digitalisasi membuka pintu bagi UMKM, inklusivitas finansial, dan transparansi pemerintahan. Penerapan Pancasilanomic berfungsi sebagai kompas moral dalam navigasi tantangan ini.
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, menggarisbawahi perlunya integritas dan kejujuran dalam setiap interaksi digital. Sementara Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menuntut adanya keadilan dalam akses digital dan perlakuan terhadap pengguna. Dalam konteks *e-commerce* misalnya, praktik penipuan atau diskriminasi berbasis algoritma harus dilawan dengan semangat sila ini.
Di tengah potensi polarisasi yang dipicu oleh media sosial, Sila Ketiga (Persatuan Indonesia) menekankan pentingnya moderasi konten dan menolak penyebaran ujaran kebencian yang mengancam kohesi sosial. Sila Keempat (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan) menuntut partisipasi publik yang bermartabat dalam perumusan kebijakan teknologi, misalnya dalam UU ITE atau regulasi data pribadi.
Poin krusial dari Pancasilanomic adalah Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Implementasinya dalam ekonomi digital berarti mendorong inklusivitas. Teknologi tidak boleh hanya dinikmati oleh segelintir elit di perkotaan. Pemerintah dan pelaku industri dituntut untuk memastikan bahwa infrastruktur digital dan literasi digital menjangkau daerah terpencil, sehingga tidak terjadi ketidakadilan akses yang melanggengkan kemiskinan digital.
Mewujudkan Pancasilanomic memerlukan upaya kolektif dari berbagai sektor:
Pancasilanomic adalah panggilan untuk kembali pada jati diri Indonesia saat berinteraksi dengan dunia luar yang semakin terhubung. Dengan berpegang teguh pada lima sila, Indonesia dapat menjadi negara maju secara teknologi tanpa kehilangan jiwa kebangsaannya, menciptakan ekosistem digital yang berdaulat, beradab, dan adil secara sosial. Ini adalah fondasi untuk pembangunan masa depan yang berkelanjutan dan bermartabat.