Memastikan suplai ASI yang cukup adalah prioritas ibu menyusui.
Bagi seorang ibu, melihat produksi Air Susu Ibu (ASI) menurun bisa menimbulkan kekhawatiran besar. Kondisi ini sering disebut sebagai ASI seret atau kering. Penting untuk dipahami bahwa penurunan produksi ASI jarang disebabkan oleh kurangnya kemampuan ibu, melainkan lebih sering dipengaruhi oleh faktor eksternal atau manajemen menyusui yang kurang optimal. Mengenali penyebabnya adalah langkah pertama yang krusial untuk mengembalikan kelancaran produksi ASI.
Produksi ASI bekerja berdasarkan prinsip "penawaran dan permintaan" (supply and demand). Semakin sering dan efektif bayi mengosongkan payudara, semakin banyak tubuh akan memproduksi susu. Berikut adalah beberapa faktor umum yang dapat mengganggu keseimbangan ini:
Ini adalah penyebab paling umum. Ketika bayi menerima susu formula atau cairan lain dalam jumlah signifikan, sinyal lapar ke payudara berkurang. Otak ibu menerima pesan bahwa kebutuhan bayi sudah terpenuhi, sehingga produksi ASI secara alami akan menurun.
Jika jarak antar sesi menyusui terlalu lama, atau jika ibu membatasi waktu menyusui (misalnya, hanya 10-15 menit per sesi), payudara tidak akan dikosongkan secara tuntas. ASI yang tertinggal di payudara mengirimkan sinyal penghambatan produksi (feedback inhibitor of lactation).
Pelekatan yang tidak efektif membuat bayi tidak dapat mengosongkan payudara secara maksimal. Meskipun bayi tampak menyusu lama, stimulasi yang didapat payudara tidak cukup kuat untuk mempertahankan suplai tinggi.
Faktor psikologis seperti stres berkepanjangan, kecemasan, atau kurang tidur dapat memengaruhi hormon oksitosin (hormon pelepas ASI). Ketika ibu cemas, hormon prolaktin yang bertugas memproduksi susu mungkin terhambat pelepasan oksitosinnya.
Kondisi medis tertentu seperti anemia berat, masalah tiroid, atau penggunaan obat-obatan tertentu (terutama dekongestan atau pil KB hormonal tertentu) dapat secara langsung memengaruhi produksi hormon laktasi.
Jika menggunakan pompa, pastikan kekuatan hisapan sesuai dan jadwal memompa dilakukan sesering mungkin (idealnya menyamai frekuensi bayi menyusu) untuk menggantikan stimulasi yang hilang.
Jangan panik. Produksi ASI sangat adaptif dan bisa ditingkatkan kembali dengan konsistensi dan pendekatan yang tepat. Fokus utama adalah meningkatkan stimulasi dan pengosongan payudara.
Ini adalah kunci utama. Cobalah menyusui atau memompa setidaknya 8 hingga 12 kali dalam 24 jam. Biarkan bayi menyusu sesering ia mau (sesuai permintaan) dan jangan batasi durasinya. Jika bayi tidur panjang, gunakan pompa setelah 3 jam untuk mempertahankan stimulasi.
Power pumping meniru fase *cluster feeding* bayi. Lakukan ini sekali sehari selama 3-4 hari berturut-turut:
Kenyamanan dan efektivitas bayi menyusu sangat menentukan. Pastikan mulut bayi terbuka lebar, meliputi sebagian besar areola (bukan hanya puting), dan terdengar bunyi menelan yang ritmis. Konsultasikan dengan konselor laktasi jika ada keraguan.
Tubuh ibu membutuhkan cairan yang cukup untuk membuat susu. Minum air putih minimal 8-10 gelas sehari. Konsumsi makanan bergizi seimbang, terutama protein, karbohidrat kompleks, dan lemak sehat. Meskipun efeknya bervariasi antar individu, beberapa makanan galaktagogik seperti daun katuk, oatmeal, dan pepaya muda bisa dimasukkan dalam diet.
Prioritaskan tidur sebisa mungkin. Delegasikan tugas rumah tangga dan mintalah bantuan pasangan atau keluarga. Teknik relaksasi seperti meditasi singkat atau mendengarkan musik tenang sebelum sesi menyusui dapat membantu melepaskan oksitosin.
Selama periode pemulihan suplai, sebisa mungkin hindari memberikan susu formula kecuali ada indikasi medis yang jelas bahwa bayi tidak mendapatkan cukup cairan.
Meningkatkan produksi ASI membutuhkan kesabaran dan konsistensi. Dengan menerapkan teknik yang tepat dan memprioritaskan stimulasi payudara, mayoritas ibu dapat berhasil memulihkan dan bahkan meningkatkan suplai ASI mereka.