Perancangan Arsitektur 1 seringkali menjadi pintu gerbang bagi mahasiswa atau praktisi baru dalam memahami kompleksitas dunia bangunan. Ini bukan sekadar menggambar bentuk, melainkan sebuah proses multidisipliner yang menyeimbangkan antara estetika, fungsi, struktur, dan konteks lingkungan. Tahap awal ini sangat krusial karena di sinilah konsep dasar sebuah proyek diletakkan. Kegagalan dalam menetapkan fondasi konseptual yang kuat akan berdampak pada seluruh tahapan desain selanjutnya, mulai dari penentuan massa bangunan hingga pemilihan material.
Fokus utama dalam Perancangan Arsitektur 1 adalah menerjemahkan kebutuhan programatik (fungsi bangunan) menjadi solusi spasial yang koheren. Hal ini menuntut pemahaman mendalam mengenai sirkulasi, zonasi ruang, orientasi matahari, serta bagaimana manusia akan berinteraksi dengan ruang yang diciptakan. Disiplin ini mengajarkan bahwa setiap garis dan setiap pembagian ruang memiliki tujuan yang jelas.
Perancangan yang baik dimulai dari pemahaman yang utuh terhadap tapak (site). Analisis tapak dalam konteks Perancangan Arsitektur 1 mencakup kajian mendalam terhadap faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi desain. Ini meliputi topografi, iklim mikro (arah angin dominan, intensitas matahari), aksesibilitas, dan yang terpenting, konteks sosial budaya di sekitarnya. Sebuah bangunan tidak berdiri dalam isolasi; ia harus merespons lingkungannya.
Sebagai contoh, di iklim tropis seperti Indonesia, perancangan harus mengedepankan mitigasi panas matahari langsung. Ini diterjemahkan menjadi keputusan desain seperti menentukan orientasi massa bangunan (meminimalkan bukaan barat), merancang overhang atau brise-soleil, serta memaksimalkan ventilasi silang alami. Kegagalan memperhatikan aspek ini akan menghasilkan bangunan yang boros energi dan tidak nyaman bagi penghuninya.
Proses kreatif dalam arsitektur bergerak secara iteratif. Tahap awal didominasi oleh eksplorasi ide melalui sketsa tangan atau model kasar. Ini adalah fase 'berpikir visual' di mana arsitek membebaskan diri dari batasan teknis yang kaku untuk fokus pada ide besar dan hubungan spasial. Dari ide-ide inilah, konsep inti—atau 'gagasan besar' di balik desain—ditemukan.
Setelah konsep teruji, langkah selanjutnya adalah menerjemahkannya ke dalam bentuk tiga dimensi yang lebih terukur. Ini melibatkan pembentukan massa bangunan (massing) yang menentukan volume keseluruhan, perbandingan tinggi dan lebar, serta bagaimana bangunan tersebut 'diletakkan' di atas tapak. Penekanan pada perbandingan proporsional sangat penting di sini; proporsi yang baik dapat memberikan kesan keanggunan atau kekuatan, bahkan sebelum detail fasad diputuskan. Perancangan Arsitektur 1 mengajarkan bahwa bentuk harus mengikuti fungsi, namun juga harus didukung oleh narasi konseptual yang kuat. Dengan menguasai dasar-dasar ini, perancang siap melangkah ke tahapan desain yang lebih rinci di semester atau proyek berikutnya.