Perancangan Arsitektur 2 merupakan fase krusial dalam siklus hidup pengembangan sistem informasi atau perangkat lunak. Jika Perancangan Arsitektur 1 berfokus pada pemahaman kebutuhan tingkat tinggi dan penentuan solusi umum, maka fase kedua ini menyelam lebih dalam ke detail implementasi struktural, memilih komponen, dan mendefinisikan bagaimana bagian-bagian tersebut akan berinteraksi untuk mencapai tujuan bisnis yang telah ditetapkan.
Tahap ini jauh melampaui sekadar desain antarmuka. Ini adalah tentang merancang "kerangka" atau cetak biru yang menentukan skalabilitas, keamanan, performa, dan kemudahan pemeliharaan sistem selama bertahun-tahun ke depan. Kegagalan dalam perancangan tingkat kedua ini seringkali berakibat pada utang teknis (technical debt) yang sangat mahal untuk dilunasi di kemudian hari.
Pemilihan Gaya Arsitektur
Keputusan mendasar dalam Perancangan Arsitektur 2 adalah pemilihan gaya arsitektur yang paling sesuai. Apakah sistem akan dibangun menggunakan arsitektur Monolitik, Microservices, Event-Driven Architecture (EDA), atau mungkin kombinasi seperti Hexagonal Architecture? Pemilihan ini sangat dipengaruhi oleh kebutuhan non-fungsional seperti laju perubahan yang diharapkan (velocity), kebutuhan isolasi kegagalan, dan batasan anggaran infrastruktur. Misalnya, jika kecepatan deployment fitur baru adalah prioritas utama, maka Microservices seringkali menjadi pertimbangan utama, meskipun membawa kompleksitas operasional yang lebih tinggi.
Komponen dan Antarmuka
Setelah gaya arsitektur ditetapkan, langkah selanjutnya adalah dekomposisi sistem menjadi komponen-komponen logis. Setiap komponen harus memiliki tanggung jawab yang jelas (Single Responsibility Principle). Perancangan harus mendefinisikan secara eksplisit antarmuka (API) yang akan digunakan komponen-komponen ini untuk berkomunikasi. Batasan yang tegas pada antarmuka ini memastikan bahwa perubahan pada implementasi internal satu komponen tidak akan merusak komponen lain yang bergantung padanya.
Representasi sederhana interaksi komponen arsitektur.
Aspek Non-Fungsional dalam Perancangan
Perancangan Arsitektur 2 sangat bertanggung jawab dalam memitigasi risiko terkait performa dan keamanan. Hal ini melibatkan pemilihan teknologi spesifik, seperti bahasa pemrograman, kerangka kerja (framework), dan pola komunikasi (sinkronus vs. asinkronus).
Untuk skalabilitas, arsitek harus memutuskan strategi partisi data, penggunaan caching layer (seperti Redis), dan konfigurasi load balancing. Apakah kita akan menggunakan horizontal scaling atau vertical scaling? Keputusan ini harus didokumentasikan dengan jelas beserta justifikasinya.
Selain itu, keamanan harus diintegrasikan sejak awal (Security by Design). Ini termasuk definisi strategi otentikasi dan otorisasi (misalnya JWT atau OAuth 2.0), penanganan enkripsi data saat transit (TLS/SSL), dan mitigasi terhadap ancaman umum melalui pola keamanan arsitektur yang teruji.
Dokumentasi dan Komunikasi
Hasil dari Perancangan Arsitektur 2 harus didokumentasikan secara komprehensif. Dokumen arsitektur biasanya mencakup diagram kontekstual, diagram komponen, diagram deployment, dan penjelasan rinci mengenai keputusan desain kunci (Architectural Decision Records/ADRs). Dokumentasi ini bertindak sebagai kontrak antara tim arsitektur dan tim implementasi, memastikan bahwa visi struktural diwujudkan dengan benar dalam kode.
Transparansi dalam komunikasi adalah kunci. Arsitek harus mampu menjelaskan mengapa opsi A lebih unggul daripada opsi B, mengacu pada trade-off yang telah dianalisis, bukan hanya berdasarkan preferensi pribadi. Dengan pondasi arsitektur yang kuat, tim pengembang dapat bergerak maju dengan keyakinan bahwa mereka sedang membangun di atas fondasi yang stabil dan adaptif terhadap kebutuhan masa depan.