Membedah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dari Pusmenjar Kemdikbud
Dunia pendidikan terus bergerak dinamis, mencari format evaluasi yang paling relevan untuk mengukur kualitas pembelajaran dan mempersiapkan generasi masa depan. Salah satu transformasi paling signifikan dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah pergeseran dari Ujian Nasional (UN) ke Asesmen Nasional (AN). Di jantung Asesmen Nasional, terdapat instrumen vital yang disebut Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Diselenggarakan oleh Pusat Asesmen dan Pembelajaran (Pusmenjar) di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), AKM dirancang bukan untuk menghakimi individu, melainkan untuk memetakan dan memperbaiki kesehatan sistem pendidikan secara keseluruhan.
Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk AKM, mulai dari konsep dasarnya, peran Pusmenjar Kemdikbud sebagai otoritas penyelenggara, hingga rincian mendalam mengenai dua pilar utamanya: Literasi Membaca dan Literasi Matematika (Numerasi). Memahami AKM secara komprehensif adalah langkah esensial bagi para pendidik, siswa, orang tua, dan seluruh pemangku kepentingan untuk bersinergi dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Memahami Konsep Dasar Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
Untuk dapat mengapresiasi tujuan dan dampak AKM, penting untuk terlebih dahulu memahami filosofi yang melatarbelakanginya. AKM bukanlah sekadar nama baru untuk ujian akhir, melainkan sebuah paradigma baru dalam evaluasi pendidikan.
Apa Itu Sebenarnya AKM?
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) adalah penilaian kompetensi mendasar yang diperlukan oleh semua murid untuk mampu mengembangkan kapasitas diri dan berpartisipasi positif pada masyarakat. Berbeda dengan UN yang mengukur capaian murid pada mata pelajaran tertentu, AKM fokus pada dua kompetensi fundamental yang bersifat lintas disiplin ilmu, yaitu:
- Literasi Membaca: Kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia agar dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat.
- Literasi Matematika (Numerasi): Kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan untuk individu sebagai warga negara Indonesia dan dunia.
Pemilihan kedua kompetensi ini bukan tanpa alasan. Literasi dan numerasi adalah jantung dari pembelajaran. Keduanya merupakan "alat" yang dibutuhkan siswa untuk mempelajari semua bidang ilmu lainnya. Tanpa kemampuan literasi yang baik, siswa akan kesulitan memahami buku teks sejarah, instruksi praktikum sains, atau soal cerita dalam fisika. Tanpa kemampuan numerasi yang memadai, siswa akan kesulitan menganalisis data statistik dalam sosiologi, menghitung skala pada peta geografi, atau memahami konsep ekonomi. Dengan demikian, AKM mengukur "kemampuan untuk belajar" itu sendiri.
Tujuan Mulia dan Manfaat Nyata AKM
Tujuan utama AKM bukanlah untuk memberikan label "lulus" atau "tidak lulus" pada siswa. Sebaliknya, tujuannya adalah diagnostik dan formatif. Hasil AKM memberikan gambaran utuh tentang mutu pembelajaran di tingkat satuan pendidikan dan daerah. Manfaatnya dapat dirasakan oleh berbagai pihak:
- Untuk Satuan Pendidikan (Sekolah): Hasil AKM, bersama dengan Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar, diolah menjadi Rapor Pendidikan. Rapor ini berfungsi sebagai cermin yang menunjukkan area kekuatan dan kelemahan sekolah. Dengan data ini, kepala sekolah dan guru dapat merancang program perbaikan yang lebih tepat sasaran, misalnya dengan mengadakan pelatihan guru untuk metode pengajaran literasi atau memperkaya sumber belajar yang menunjang numerasi.
- Untuk Pendidik (Guru): AKM memberikan informasi berharga mengenai level kompetensi siswa secara agregat. Guru dapat merefleksikan apakah metode pengajaran yang selama ini diterapkan sudah efektif dalam membangun kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) atau masih sebatas transfer hafalan. Informasi ini mendorong guru untuk beralih ke pembelajaran yang lebih berpusat pada siswa, berbasis masalah, dan kontekstual.
- Untuk Pemerintah dan Pembuat Kebijakan: Data AKM skala nasional memberikan landasan yang kuat bagi Kemdikbudristek untuk merumuskan kebijakan pendidikan yang berbasis bukti. Pemerintah dapat mengidentifikasi daerah atau jenjang pendidikan yang memerlukan intervensi khusus, mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien, dan mengevaluasi efektivitas program-program pendidikan yang sedang berjalan.
Perbedaan Mendasar AKM dan Ujian Nasional (UN)
Meskipun keduanya adalah asesmen berskala besar, AKM dan UN memiliki perbedaan fundamental dalam hampir setiap aspek. Memahami perbedaan ini krusial untuk meluruskan miskonsepsi yang mungkin masih ada.
Jenjang Peserta:
- UN: Diikuti oleh siswa di akhir jenjang pendidikan (Kelas VI, IX, XII) sebagai salah satu syarat kelulusan.
- AKM: Diikuti oleh siswa di tengah jenjang (Kelas V, VIII, XI). Tujuannya adalah untuk memotret proses belajar, sehingga perbaikan dapat dilakukan sebelum siswa lulus.
Subjek Peserta:
- UN: Sensus, artinya semua siswa di tingkat akhir wajib mengikuti.
- AKM: Survei, artinya hanya diikuti oleh sampel siswa yang dipilih secara acak. Hal ini menegaskan bahwa fokusnya adalah evaluasi sistem, bukan individu.
Materi yang Diukur:
- UN: Berbasis mata pelajaran spesifik (misalnya Matematika, Bahasa Indonesia, IPA), cenderung menguji penguasaan konten kurikulum.
- AKM: Mengukur kompetensi mendasar (literasi dan numerasi) yang bersifat lintas mata pelajaran.
Bentuk Soal:
- UN: Didominasi oleh soal pilihan ganda dengan sedikit soal uraian.
- AKM: Menggunakan ragam bentuk soal yang lebih kaya, termasuk pilihan ganda, pilihan ganda kompleks, menjodohkan, isian singkat, dan uraian, untuk mengukur berbagai level proses kognitif.
Konsekuensi Hasil:
- UN: Hasilnya memiliki konsekuensi tinggi bagi individu, yaitu sebagai penentu kelulusan.
- AKM: Hasilnya tidak memiliki konsekuensi langsung bagi individu siswa. Nilai AKM tidak dicantumkan di ijazah dan tidak menjadi syarat untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Pusmenjar Kemdikbud: Otoritas di Balik AKM
Di balik pelaksanaan Asesmen Nasional yang kompleks, terdapat sebuah unit kerja yang berperan sebagai motor penggerak utama, yaitu Pusat Asesmen dan Pembelajaran (Pusmenjar). Pusmenjar, yang dapat diakses informasinya melalui situs resmi pusmenjar.kemdikbud.go.id, adalah lembaga yang bertanggung jawab penuh atas pengembangan, pelaksanaan, dan analisis hasil AKM.
Peran dan Fungsi Krusial Pusmenjar
Pusmenjar memiliki mandat yang sangat strategis dalam ekosistem pendidikan nasional. Fungsi utamanya tidak hanya terbatas pada penyelenggaraan asesmen, tetapi juga mencakup siklus perbaikan pembelajaran yang berkelanjutan. Beberapa peran kunci Pusmenjar antara lain:
- Pengembangan Instrumen Asesmen: Pusmenjar bertanggung jawab merancang dan mengembangkan seluruh instrumen Asesmen Nasional, termasuk soal-soal AKM, butir angket Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. Proses ini melibatkan para ahli di bidang pengukuran, psikometri, materi, dan pendidikan.
- Pelaksanaan Asesmen: Bekerja sama dengan dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota, Pusmenjar mengoordinasikan pelaksanaan AN di seluruh Indonesia, memastikan proses berjalan sesuai standar yang ditetapkan, mulai dari penyiapan infrastruktur teknologi hingga pelatihan proktor dan teknisi.
- Analisis dan Pelaporan Hasil: Setelah asesmen selesai, Pusmenjar melakukan analisis data yang kompleks untuk mengolah jutaan respons dari siswa, guru, dan kepala sekolah. Hasil analisis inilah yang kemudian disajikan dalam bentuk Rapor Pendidikan yang informatif dan mudah dipahami oleh satuan pendidikan.
- Diseminasi dan Pemanfaatan Hasil: Pusmenjar tidak berhenti pada pelaporan. Lembaga ini juga aktif melakukan sosialisasi dan diseminasi agar hasil asesmen dapat dimanfaatkan secara optimal oleh sekolah untuk perencanaan berbasis data. Mereka menyediakan berbagai sumber daya dan panduan di situs resminya.
Proses Pengembangan Soal AKM yang Ketat
Kualitas soal AKM adalah kunci validitas hasil asesmen. Oleh karena itu, Pusmenjar menerapkan proses pengembangan soal yang sangat cermat dan berlapis. Proses ini memastikan bahwa setiap butir soal tidak hanya valid dan reliabel, tetapi juga adil dan sesuai dengan konteks keragaman Indonesia.
Tahapannya meliputi:
- Penyusunan Kerangka Asesmen: Tim ahli mendefinisikan secara rinci konstruk yang akan diukur, termasuk konten, proses kognitif, dan konteks untuk literasi membaca dan numerasi.
- Penulisan Butir Soal: Para penulis soal yang terlatih, yang terdiri dari guru-guru berpengalaman dan ahli materi, mengembangkan soal berdasarkan kerangka yang telah disusun. Setiap soal dilengkapi dengan stimulus yang menarik dan relevan (berupa teks, gambar, infografis, tabel, dll.).
- Telaah dan Validasi Ahli: Setiap butir soal ditelaah oleh tim ahli yang berbeda, mencakup ahli materi, ahli bahasa, dan ahli evaluasi pendidikan. Telaah ini bertujuan untuk memeriksa kesesuaian soal dengan kerangka, kejelasan bahasa, potensi bias budaya atau gender, dan tingkat kesulitan.
- Uji Coba Terbatas (Cognitive Lab): Beberapa soal diujicobakan kepada sekelompok kecil siswa. Selama proses ini, peneliti mengamati cara siswa berpikir saat mengerjakan soal (think aloud) untuk memastikan bahwa soal tersebut dipahami sesuai maksud penulis.
- Uji Coba Skala Besar (Field Test): Soal-soal yang lolos tahap sebelumnya diujicobakan kepada sampel siswa yang lebih besar dan representatif. Data statistik dari uji coba ini digunakan untuk menganalisis tingkat kesulitan, daya beda, dan efektivitas pengecoh pada soal pilihan ganda.
- Perakitan Bank Soal: Hanya butir-butir soal yang memenuhi semua kriteria kualitas yang akan dimasukkan ke dalam bank soal nasional yang siap digunakan dalam pelaksanaan AKM.
Mengupas Tuntas Komponen AKM: Literasi Membaca
Literasi membaca dalam konteks AKM jauh melampaui kemampuan teknis membaca kata per kata. Ini adalah sebuah kompetensi kompleks yang melibatkan pemahaman mendalam, analisis kritis, dan kemampuan untuk menghubungkan teks dengan dunia nyata.
Definisi dan Ruang Lingkup Literasi Membaca
AKM mendefinisikan literasi membaca sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai jenis teks. Mari kita bedah setiap elemen ini:
- Memahami: Kemampuan untuk membangun representasi makna dari teks, baik yang tersurat maupun tersirat. Ini mencakup mengidentifikasi ide pokok, menarik kesimpulan, dan memahami hubungan antarbagian dalam teks.
- Menggunakan: Kemampuan untuk menerapkan informasi dari teks untuk tujuan tertentu. Misalnya, mengikuti serangkaian instruksi, mengisi formulir, atau menemukan informasi yang relevan untuk menjawab sebuah pertanyaan.
- Mengevaluasi: Kemampuan untuk menilai kualitas dan kredibilitas sebuah teks. Ini termasuk mengidentifikasi tujuan penulis, mendeteksi bias, menilai kekuatan argumen, dan membedakan antara fakta dan opini.
- Merefleksikan: Kemampuan untuk menghubungkan isi teks dengan pengetahuan, pengalaman, dan nilai-nilai pribadi. Ini melibatkan kemampuan untuk mempertimbangkan perspektif yang berbeda dan menggunakan teks sebagai dasar untuk mengembangkan pemahaman baru.
Konten dan Konteks dalam Literasi Membaca
Untuk mengukur kompetensi literasi secara holistik, AKM menggunakan dua jenis konten utama yang disajikan dalam tiga konteks berbeda.
Jenis Konten (Teks):
- Teks Fiksi: Meliputi cerita pendek, kutipan novel, puisi, atau naskah drama. Teks fiksi digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami alur cerita, pengembangan karakter, tema, suasana, dan penggunaan gaya bahasa oleh penulis untuk mencapai efek tertentu.
- Teks Informasi (Non-fiksi): Meliputi artikel berita, teks prosedur, laporan ilmiah, biografi, infografis, dan pengumuman. Teks informasi digunakan untuk menilai kemampuan siswa dalam menemukan fakta spesifik, memahami penjelasan sebab-akibat, mengikuti argumen, dan mensintesis informasi dari berbagai sumber.
Konteks Penyajian Soal:
- Personal: Teks yang berkaitan dengan kepentingan pribadi siswa, seperti hobi, kesehatan, persahabatan, atau cita-cita. Konteks ini membuat soal terasa relevan dan dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa.
- Sosial Budaya: Teks yang berkaitan dengan isu-isu kemasyarakatan, budaya, sejarah, atau lingkungan. Konteks ini mendorong siswa untuk berpikir sebagai warga negara yang peduli dan terinformasi.
- Saintifik: Teks yang berkaitan dengan konsep atau fenomena dalam ilmu pengetahuan alam dan teknologi. Konteks ini mengukur kemampuan siswa untuk memahami dan menafsirkan informasi ilmiah yang disajikan untuk audiens umum.
Level Proses Kognitif yang Diukur
Soal-soal literasi AKM dirancang untuk mengukur tiga level proses kognitif yang berjenjang, dari yang paling dasar hingga yang paling kompleks.
1. Menemukan Informasi (Locate and Retrieve)
Ini adalah level kognitif paling dasar. Siswa diminta untuk menemukan dan mengambil informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Keterampilan yang diuji meliputi memindai (scanning) teks untuk mencari kata kunci, tanggal, nama, atau detail spesifik lainnya. Meskipun terdengar sederhana, keterampilan ini sangat penting sebagai fondasi untuk pemahaman yang lebih dalam.
Contoh Stimulus: Sebuah jadwal keberangkatan kereta api dalam bentuk tabel.
Contoh Pertanyaan Level Menemukan Informasi: "Pada pukul berapa kereta Argo Bromo Anggrek berangkat dari Stasiun Gambir menuju Surabaya Pasarturi?"
Pembahasan: Siswa hanya perlu melihat tabel, mencari baris "Argo Bromo Anggrek" dan kolom "Waktu Berangkat" untuk menemukan jawabannya secara langsung.
2. Memahami (Interpret and Integrate)
Pada level ini, siswa harus melampaui informasi yang tersurat. Mereka dituntut untuk menafsirkan dan mengintegrasikan berbagai bagian informasi untuk membangun pemahaman yang koheren. Keterampilan yang diuji meliputi:
- Menyimpulkan ide pokok sebuah paragraf atau keseluruhan teks.
- Mengidentifikasi hubungan sebab-akibat atau perbandingan.
- Memahami makna kata atau frasa berdasarkan konteks.
- Menafsirkan perasaan atau motivasi karakter dalam cerita fiksi.
- Membandingkan informasi dari dua teks atau lebih.
Contoh Stimulus: Sebuah artikel berita tentang dampak penggunaan kantong plastik sekali pakai terhadap lingkungan laut, yang disertai dengan infografis jumlah sampah plastik di lautan.
Contoh Pertanyaan Level Memahami: "Berdasarkan artikel dan infografis tersebut, jelaskan hubungan antara kebiasaan masyarakat menggunakan kantong plastik dengan kerusakan ekosistem terumbu karang!"
Pembahasan: Siswa harus membaca teks untuk memahami bagaimana plastik terurai menjadi mikroplastik dan meracuni biota laut, kemudian menghubungkan informasi tersebut dengan data kuantitatif pada infografis untuk merumuskan sebuah penjelasan yang terintegrasi.
3. Mengevaluasi dan Merefleksi (Evaluate and Reflect)
Ini adalah level kognitif tertinggi. Siswa diminta untuk berpikir kritis tentang teks itu sendiri dan menghubungkannya dengan dunia di luar teks. Keterampilan yang diuji meliputi:
- Mengevaluasi kredibilitas sumber informasi.
- Menilai apakah argumen yang disajikan penulis kuat dan didukung oleh bukti yang cukup.
- Mendeteksi adanya bias atau sudut pandang tertentu dari penulis.
- Merefleksikan isi teks dan menghubungkannya dengan pengalaman, pengetahuan, atau nilai-nilai pribadi.
- Membandingkan klaim dalam teks dengan informasi dari sumber lain.
Contoh Stimulus: Dua editorial dari dua surat kabar yang berbeda yang membahas kebijakan pembangunan ibu kota baru. Editorial A sangat mendukung, sementara Editorial B sangat kritis.
Contoh Pertanyaan Level Mengevaluasi dan Merefleksi: "Bandingkan sudut pandang kedua penulis! Menurutmu, argumen manakah yang lebih meyakinkan? Berikan alasan dengan merujuk pada bukti yang disajikan dalam kedua teks tersebut!"
Pembahasan: Siswa tidak hanya harus memahami isi kedua teks, tetapi juga harus menganalisis gaya bahasa yang digunakan, jenis bukti yang dikutip, dan kemungkinan kepentingan di balik setiap tulisan. Mereka kemudian harus membentuk penilaian mereka sendiri dan mempertahankannya dengan argumen yang logis.
Mengupas Tuntas Komponen AKM: Literasi Matematika (Numerasi)
Sama seperti literasi membaca, numerasi dalam AKM bukanlah sekadar kemampuan berhitung. Numerasi adalah kemampuan untuk menggunakan matematika secara fungsional dalam berbagai situasi kehidupan nyata. Ini adalah tentang melihat dunia melalui "kacamata matematika".
Definisi dan Esensi Numerasi
AKM mendefinisikan numerasi sebagai kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari. Esensinya adalah memberdayakan siswa untuk:
- Merumuskan situasi dunia nyata ke dalam bahasa matematika.
- Menggunakan model dan strategi matematika untuk menyelesaikan masalah.
- Menafsirkan hasil matematis kembali ke dalam konteks dunia nyata.
- Mengevaluasi penalaran dan solusi matematis.
Fokusnya adalah pada aplikasi, bukan sekadar penguasaan rumus. Seorang siswa yang memiliki numerasi yang baik mampu melihat diskon di toko bukan hanya sebagai pengurangan harga, tetapi sebagai masalah persentase. Mereka mampu membaca grafik data penyebaran penyakit bukan hanya sebagai gambar, tetapi sebagai informasi tentang tren dan laju perubahan.
Domain Konten dalam Numerasi
Soal-soal numerasi AKM mencakup empat domain konten utama yang relevan dengan kurikulum dan kehidupan sehari-hari.
- Bilangan: Meliputi pemahaman tentang representasi bilangan (cacah, bulat, pecahan, desimal), sifat-sifat operasi hitung (penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian), dan aplikasinya dalam konteks seperti perbandingan, rasio, dan persentase.
- Geometri dan Pengukuran: Meliputi pemahaman tentang bangun datar dan bangun ruang, sifat-sifatnya, serta pengukuran atribut seperti panjang, luas, volume, sudut, waktu, dan berat. Ini juga termasuk kemampuan menggunakan sistem koordinat dan penalaran spasial.
- Aljabar: Meliputi pemahaman tentang pola, relasi, dan fungsi. Siswa diharapkan mampu mengidentifikasi pola dalam data, merepresentasikannya dalam bentuk tabel atau persamaan, dan menggunakannya untuk membuat prediksi.
- Data dan Ketidakpastian: Meliputi kemampuan untuk mengumpulkan, menyajikan, menganalisis, dan menginterpretasikan data dalam berbagai bentuk (tabel, diagram batang, diagram garis, diagram lingkaran). Domain ini juga mencakup pemahaman dasar tentang konsep peluang dan ketidakpastian.
Level Proses Kognitif yang Diukur
Serupa dengan literasi, numerasi juga mengukur tiga level proses kognitif.
1. Pemahaman (Knowing)
Level ini mengukur kemampuan siswa untuk mengingat dan mengenali fakta, konsep, dan prosedur matematika dasar. Ini adalah fondasi yang diperlukan untuk bisa melakukan penalaran yang lebih kompleks.
Contoh Stimulus: Sebuah gambar termometer yang menunjukkan suhu 25°C.
Contoh Pertanyaan Level Pemahaman: "Jika suhu turun sebesar 8°C, angka berapa yang akan ditunjuk oleh termometer?"
Pembahasan: Soal ini menguji pemahaman konsep bilangan bulat dan prosedur operasi pengurangan dasar (25 - 8 = 17).
2. Penerapan (Applying)
Pada level ini, siswa dituntut untuk menerapkan pengetahuan matematika mereka untuk menyelesaikan masalah rutin yang disajikan dalam konteks tertentu. Masalahnya mungkin memerlukan beberapa langkah, tetapi strateginya biasanya sudah jelas.
Contoh Stimulus: Sebuah resep kue yang membutuhkan 250 gram tepung untuk 1 loyang. Ibu ingin membuat 3 loyang kue. Di dapur, tersedia 1 kg tepung.
Contoh Pertanyaan Level Penerapan: "Apakah tepung yang tersedia cukup untuk membuat 3 loyang kue? Berikan perhitunganmu!"
Pembahasan: Siswa perlu menerapkan beberapa konsep: perkalian (250 gram x 3 = 750 gram), konversi satuan (1 kg = 1000 gram), dan perbandingan (1000 gram > 750 gram). Ini adalah masalah kontekstual yang prosedurnya cukup standar.
3. Penalaran (Reasoning)
Ini adalah level tertinggi dalam numerasi. Siswa dihadapkan pada masalah non-rutin yang kompleks. Mereka perlu menganalisis situasi, merancang strategi penyelesaian sendiri, mengintegrasikan berbagai konsep matematika, dan seringkali perlu memberikan justifikasi atau argumen untuk jawaban mereka.
Contoh Stimulus: Sebuah infografis yang menampilkan dua paket langganan internet dari perusahaan yang berbeda. Paket A: Rp 200.000 per bulan dengan kuota 50 GB, kelebihan pemakaian dikenakan Rp 2.000 per GB. Paket B: Rp 300.000 per bulan dengan kuota 100 GB, kelebihan pemakaian dikenakan Rp 1.500 per GB.
Contoh Pertanyaan Level Penalaran: "Budi rata-rata menggunakan data sekitar 70 GB per bulan. Paket manakah yang lebih hemat untuk Budi? Jelaskan alasan dan perhitunganmu! Pada tingkat pemakaian berapa GB per bulan kedua paket tersebut akan memiliki biaya yang sama?"
Pembahasan: Untuk menjawab pertanyaan pertama, siswa harus menghitung total biaya untuk kedua paket pada pemakaian 70 GB (Paket A: 200.000 + (20 x 2.000) = 240.000; Paket B: 300.000 karena kuota masih cukup) dan membandingkannya. Untuk pertanyaan kedua, siswa harus menggunakan penalaran aljabar untuk membuat model persamaan linear dan menemukan titik potongnya, yang merupakan masalah non-rutin yang menuntut analisis mendalam.
Bentuk Soal dan Pelaksanaan Teknis AKM
Salah satu inovasi penting dalam AKM adalah penggunaan ragam bentuk soal dan platform pelaksanaan yang canggih. Ini memungkinkan pengukuran kompetensi yang lebih komprehensif dan efisien.
Ragam Bentuk Soal AKM
AKM tidak lagi terpaku pada soal pilihan ganda saja. Penggunaan berbagai format soal memungkinkan asesmen untuk menggali berbagai aspek pemikiran siswa, dari pengenalan fakta hingga kemampuan berargumen.
- Pilihan Ganda: Siswa memilih satu jawaban benar dari beberapa pilihan yang disediakan.
- Pilihan Ganda Kompleks: Siswa memilih lebih dari satu jawaban benar dari beberapa pilihan. Bentuk soal ini sangat baik untuk menguji pemahaman konsep yang memiliki banyak aspek.
- Menjodohkan: Siswa menghubungkan atau memasangkan pernyataan di kolom kiri dengan pilihan yang sesuai di kolom kanan. Efektif untuk menguji hubungan antar konsep.
- Isian Singkat: Siswa menjawab dengan mengetikkan jawaban singkat berupa angka, kata, atau frasa pendek.
- Uraian (Esai): Siswa harus mengonstruksi jawabannya sendiri dalam bentuk kalimat atau paragraf. Bentuk soal ini adalah yang paling ampuh untuk mengukur kemampuan penalaran, analisis, dan komunikasi tertulis.
Pelaksanaan Teknis yang Modern dan Adaptif
AKM diselenggarakan dengan moda daring (online) atau semi-daring, menggunakan platform Computer-Based Test (CBT). Namun, keunggulan utamanya terletak pada sifatnya yang adaptif.
AKM menggunakan metode yang disebut Multi-Stage Adaptive Testing (MSAT). Cara kerjanya dapat dijelaskan secara sederhana sebagai berikut:
- Semua siswa memulai tes dengan mengerjakan satu set soal (stage 1) dengan tingkat kesulitan sedang.
- Berdasarkan performa siswa di stage 1, sistem akan menentukan set soal berikutnya (stage 2).
- Siswa yang menjawab benar sebagian besar soal di stage 1 akan diberikan set soal yang lebih sulit di stage 2.
- Sebaliknya, siswa yang banyak melakukan kesalahan di stage 1 akan diberikan set soal yang lebih mudah di stage 2.
Pendekatan adaptif ini memiliki beberapa keunggulan signifikan. Pertama, asesmen menjadi lebih efisien karena tidak membuang waktu memberikan soal yang terlalu mudah bagi siswa berkemampuan tinggi, atau soal yang terlalu sulit bagi siswa yang masih kesulitan. Kedua, hasil pengukuran menjadi lebih presisi dan akurat karena setiap siswa diuji pada tingkat kesulitan yang paling sesuai dengan kemampuannya. Ini memungkinkan Pusmenjar untuk memetakan kemampuan siswa dalam spektrum yang lebih luas dan detail.
Sebuah Langkah Maju untuk Pendidikan Indonesia
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang diinisiasi oleh Pusmenjar Kemdikbud menandai sebuah babak baru dalam evaluasi pendidikan di Indonesia. Ini adalah pergeseran dari paradigma asesmen yang hanya mengukur hasil akhir (assessment of learning) menuju asesmen yang berfungsi sebagai umpan balik untuk perbaikan berkelanjutan (assessment for learning).
Dengan fokus pada kompetensi fundamental literasi dan numerasi, AKM mendorong seluruh ekosistem pendidikan—mulai dari guru di kelas hingga pembuat kebijakan di tingkat nasional—untuk lebih berkonsentrasi pada pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi, penalaran kritis, dan pemecahan masalah. Hasilnya bukan lagi sekadar angka di atas kertas, melainkan sebuah peta jalan yang jelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, demi mempersiapkan generasi Indonesia yang cakap, adaptif, dan siap menghadapi tantangan zaman.