Membedah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dari Pusmenjar Kemdikbud

Ilustrasi Konsep Pembelajaran dan Asesmen Sebuah ilustrasi yang menggambarkan buku terbuka sebagai fondasi pengetahuan, grafik batang yang melambangkan data dan pengukuran hasil belajar, serta simbol atom yang merepresentasikan sains dan pemikiran kritis.
Fondasi kompetensi literasi dan numerasi adalah kunci untuk membuka potensi belajar.

Dunia pendidikan terus bergerak dinamis, mencari format evaluasi yang paling relevan untuk mengukur kualitas pembelajaran dan mempersiapkan generasi masa depan. Salah satu transformasi paling signifikan dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah pergeseran dari Ujian Nasional (UN) ke Asesmen Nasional (AN). Di jantung Asesmen Nasional, terdapat instrumen vital yang disebut Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Diselenggarakan oleh Pusat Asesmen dan Pembelajaran (Pusmenjar) di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), AKM dirancang bukan untuk menghakimi individu, melainkan untuk memetakan dan memperbaiki kesehatan sistem pendidikan secara keseluruhan.

Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk AKM, mulai dari konsep dasarnya, peran Pusmenjar Kemdikbud sebagai otoritas penyelenggara, hingga rincian mendalam mengenai dua pilar utamanya: Literasi Membaca dan Literasi Matematika (Numerasi). Memahami AKM secara komprehensif adalah langkah esensial bagi para pendidik, siswa, orang tua, dan seluruh pemangku kepentingan untuk bersinergi dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Memahami Konsep Dasar Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)

Untuk dapat mengapresiasi tujuan dan dampak AKM, penting untuk terlebih dahulu memahami filosofi yang melatarbelakanginya. AKM bukanlah sekadar nama baru untuk ujian akhir, melainkan sebuah paradigma baru dalam evaluasi pendidikan.

Apa Itu Sebenarnya AKM?

Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) adalah penilaian kompetensi mendasar yang diperlukan oleh semua murid untuk mampu mengembangkan kapasitas diri dan berpartisipasi positif pada masyarakat. Berbeda dengan UN yang mengukur capaian murid pada mata pelajaran tertentu, AKM fokus pada dua kompetensi fundamental yang bersifat lintas disiplin ilmu, yaitu:

Pemilihan kedua kompetensi ini bukan tanpa alasan. Literasi dan numerasi adalah jantung dari pembelajaran. Keduanya merupakan "alat" yang dibutuhkan siswa untuk mempelajari semua bidang ilmu lainnya. Tanpa kemampuan literasi yang baik, siswa akan kesulitan memahami buku teks sejarah, instruksi praktikum sains, atau soal cerita dalam fisika. Tanpa kemampuan numerasi yang memadai, siswa akan kesulitan menganalisis data statistik dalam sosiologi, menghitung skala pada peta geografi, atau memahami konsep ekonomi. Dengan demikian, AKM mengukur "kemampuan untuk belajar" itu sendiri.

Tujuan Mulia dan Manfaat Nyata AKM

Tujuan utama AKM bukanlah untuk memberikan label "lulus" atau "tidak lulus" pada siswa. Sebaliknya, tujuannya adalah diagnostik dan formatif. Hasil AKM memberikan gambaran utuh tentang mutu pembelajaran di tingkat satuan pendidikan dan daerah. Manfaatnya dapat dirasakan oleh berbagai pihak:

Perbedaan Mendasar AKM dan Ujian Nasional (UN)

Meskipun keduanya adalah asesmen berskala besar, AKM dan UN memiliki perbedaan fundamental dalam hampir setiap aspek. Memahami perbedaan ini krusial untuk meluruskan miskonsepsi yang mungkin masih ada.

Jenjang Peserta:

Subjek Peserta:

Materi yang Diukur:

Bentuk Soal:

Konsekuensi Hasil:

Pusmenjar Kemdikbud: Otoritas di Balik AKM

Di balik pelaksanaan Asesmen Nasional yang kompleks, terdapat sebuah unit kerja yang berperan sebagai motor penggerak utama, yaitu Pusat Asesmen dan Pembelajaran (Pusmenjar). Pusmenjar, yang dapat diakses informasinya melalui situs resmi pusmenjar.kemdikbud.go.id, adalah lembaga yang bertanggung jawab penuh atas pengembangan, pelaksanaan, dan analisis hasil AKM.

Peran dan Fungsi Krusial Pusmenjar

Pusmenjar memiliki mandat yang sangat strategis dalam ekosistem pendidikan nasional. Fungsi utamanya tidak hanya terbatas pada penyelenggaraan asesmen, tetapi juga mencakup siklus perbaikan pembelajaran yang berkelanjutan. Beberapa peran kunci Pusmenjar antara lain:

Proses Pengembangan Soal AKM yang Ketat

Kualitas soal AKM adalah kunci validitas hasil asesmen. Oleh karena itu, Pusmenjar menerapkan proses pengembangan soal yang sangat cermat dan berlapis. Proses ini memastikan bahwa setiap butir soal tidak hanya valid dan reliabel, tetapi juga adil dan sesuai dengan konteks keragaman Indonesia.

Tahapannya meliputi:

  1. Penyusunan Kerangka Asesmen: Tim ahli mendefinisikan secara rinci konstruk yang akan diukur, termasuk konten, proses kognitif, dan konteks untuk literasi membaca dan numerasi.
  2. Penulisan Butir Soal: Para penulis soal yang terlatih, yang terdiri dari guru-guru berpengalaman dan ahli materi, mengembangkan soal berdasarkan kerangka yang telah disusun. Setiap soal dilengkapi dengan stimulus yang menarik dan relevan (berupa teks, gambar, infografis, tabel, dll.).
  3. Telaah dan Validasi Ahli: Setiap butir soal ditelaah oleh tim ahli yang berbeda, mencakup ahli materi, ahli bahasa, dan ahli evaluasi pendidikan. Telaah ini bertujuan untuk memeriksa kesesuaian soal dengan kerangka, kejelasan bahasa, potensi bias budaya atau gender, dan tingkat kesulitan.
  4. Uji Coba Terbatas (Cognitive Lab): Beberapa soal diujicobakan kepada sekelompok kecil siswa. Selama proses ini, peneliti mengamati cara siswa berpikir saat mengerjakan soal (think aloud) untuk memastikan bahwa soal tersebut dipahami sesuai maksud penulis.
  5. Uji Coba Skala Besar (Field Test): Soal-soal yang lolos tahap sebelumnya diujicobakan kepada sampel siswa yang lebih besar dan representatif. Data statistik dari uji coba ini digunakan untuk menganalisis tingkat kesulitan, daya beda, dan efektivitas pengecoh pada soal pilihan ganda.
  6. Perakitan Bank Soal: Hanya butir-butir soal yang memenuhi semua kriteria kualitas yang akan dimasukkan ke dalam bank soal nasional yang siap digunakan dalam pelaksanaan AKM.

Mengupas Tuntas Komponen AKM: Literasi Membaca

Literasi membaca dalam konteks AKM jauh melampaui kemampuan teknis membaca kata per kata. Ini adalah sebuah kompetensi kompleks yang melibatkan pemahaman mendalam, analisis kritis, dan kemampuan untuk menghubungkan teks dengan dunia nyata.

Definisi dan Ruang Lingkup Literasi Membaca

AKM mendefinisikan literasi membaca sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai jenis teks. Mari kita bedah setiap elemen ini:

Konten dan Konteks dalam Literasi Membaca

Untuk mengukur kompetensi literasi secara holistik, AKM menggunakan dua jenis konten utama yang disajikan dalam tiga konteks berbeda.

Jenis Konten (Teks):

Konteks Penyajian Soal:

Level Proses Kognitif yang Diukur

Soal-soal literasi AKM dirancang untuk mengukur tiga level proses kognitif yang berjenjang, dari yang paling dasar hingga yang paling kompleks.

1. Menemukan Informasi (Locate and Retrieve)

Ini adalah level kognitif paling dasar. Siswa diminta untuk menemukan dan mengambil informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Keterampilan yang diuji meliputi memindai (scanning) teks untuk mencari kata kunci, tanggal, nama, atau detail spesifik lainnya. Meskipun terdengar sederhana, keterampilan ini sangat penting sebagai fondasi untuk pemahaman yang lebih dalam.

Contoh Stimulus: Sebuah jadwal keberangkatan kereta api dalam bentuk tabel.

Contoh Pertanyaan Level Menemukan Informasi: "Pada pukul berapa kereta Argo Bromo Anggrek berangkat dari Stasiun Gambir menuju Surabaya Pasarturi?"

Pembahasan: Siswa hanya perlu melihat tabel, mencari baris "Argo Bromo Anggrek" dan kolom "Waktu Berangkat" untuk menemukan jawabannya secara langsung.

2. Memahami (Interpret and Integrate)

Pada level ini, siswa harus melampaui informasi yang tersurat. Mereka dituntut untuk menafsirkan dan mengintegrasikan berbagai bagian informasi untuk membangun pemahaman yang koheren. Keterampilan yang diuji meliputi:

Contoh Stimulus: Sebuah artikel berita tentang dampak penggunaan kantong plastik sekali pakai terhadap lingkungan laut, yang disertai dengan infografis jumlah sampah plastik di lautan.

Contoh Pertanyaan Level Memahami: "Berdasarkan artikel dan infografis tersebut, jelaskan hubungan antara kebiasaan masyarakat menggunakan kantong plastik dengan kerusakan ekosistem terumbu karang!"

Pembahasan: Siswa harus membaca teks untuk memahami bagaimana plastik terurai menjadi mikroplastik dan meracuni biota laut, kemudian menghubungkan informasi tersebut dengan data kuantitatif pada infografis untuk merumuskan sebuah penjelasan yang terintegrasi.

3. Mengevaluasi dan Merefleksi (Evaluate and Reflect)

Ini adalah level kognitif tertinggi. Siswa diminta untuk berpikir kritis tentang teks itu sendiri dan menghubungkannya dengan dunia di luar teks. Keterampilan yang diuji meliputi:

Contoh Stimulus: Dua editorial dari dua surat kabar yang berbeda yang membahas kebijakan pembangunan ibu kota baru. Editorial A sangat mendukung, sementara Editorial B sangat kritis.

Contoh Pertanyaan Level Mengevaluasi dan Merefleksi: "Bandingkan sudut pandang kedua penulis! Menurutmu, argumen manakah yang lebih meyakinkan? Berikan alasan dengan merujuk pada bukti yang disajikan dalam kedua teks tersebut!"

Pembahasan: Siswa tidak hanya harus memahami isi kedua teks, tetapi juga harus menganalisis gaya bahasa yang digunakan, jenis bukti yang dikutip, dan kemungkinan kepentingan di balik setiap tulisan. Mereka kemudian harus membentuk penilaian mereka sendiri dan mempertahankannya dengan argumen yang logis.

Mengupas Tuntas Komponen AKM: Literasi Matematika (Numerasi)

Sama seperti literasi membaca, numerasi dalam AKM bukanlah sekadar kemampuan berhitung. Numerasi adalah kemampuan untuk menggunakan matematika secara fungsional dalam berbagai situasi kehidupan nyata. Ini adalah tentang melihat dunia melalui "kacamata matematika".

Definisi dan Esensi Numerasi

AKM mendefinisikan numerasi sebagai kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari. Esensinya adalah memberdayakan siswa untuk:

Fokusnya adalah pada aplikasi, bukan sekadar penguasaan rumus. Seorang siswa yang memiliki numerasi yang baik mampu melihat diskon di toko bukan hanya sebagai pengurangan harga, tetapi sebagai masalah persentase. Mereka mampu membaca grafik data penyebaran penyakit bukan hanya sebagai gambar, tetapi sebagai informasi tentang tren dan laju perubahan.

Domain Konten dalam Numerasi

Soal-soal numerasi AKM mencakup empat domain konten utama yang relevan dengan kurikulum dan kehidupan sehari-hari.

Level Proses Kognitif yang Diukur

Serupa dengan literasi, numerasi juga mengukur tiga level proses kognitif.

1. Pemahaman (Knowing)

Level ini mengukur kemampuan siswa untuk mengingat dan mengenali fakta, konsep, dan prosedur matematika dasar. Ini adalah fondasi yang diperlukan untuk bisa melakukan penalaran yang lebih kompleks.

Contoh Stimulus: Sebuah gambar termometer yang menunjukkan suhu 25°C.

Contoh Pertanyaan Level Pemahaman: "Jika suhu turun sebesar 8°C, angka berapa yang akan ditunjuk oleh termometer?"

Pembahasan: Soal ini menguji pemahaman konsep bilangan bulat dan prosedur operasi pengurangan dasar (25 - 8 = 17).

2. Penerapan (Applying)

Pada level ini, siswa dituntut untuk menerapkan pengetahuan matematika mereka untuk menyelesaikan masalah rutin yang disajikan dalam konteks tertentu. Masalahnya mungkin memerlukan beberapa langkah, tetapi strateginya biasanya sudah jelas.

Contoh Stimulus: Sebuah resep kue yang membutuhkan 250 gram tepung untuk 1 loyang. Ibu ingin membuat 3 loyang kue. Di dapur, tersedia 1 kg tepung.

Contoh Pertanyaan Level Penerapan: "Apakah tepung yang tersedia cukup untuk membuat 3 loyang kue? Berikan perhitunganmu!"

Pembahasan: Siswa perlu menerapkan beberapa konsep: perkalian (250 gram x 3 = 750 gram), konversi satuan (1 kg = 1000 gram), dan perbandingan (1000 gram > 750 gram). Ini adalah masalah kontekstual yang prosedurnya cukup standar.

3. Penalaran (Reasoning)

Ini adalah level tertinggi dalam numerasi. Siswa dihadapkan pada masalah non-rutin yang kompleks. Mereka perlu menganalisis situasi, merancang strategi penyelesaian sendiri, mengintegrasikan berbagai konsep matematika, dan seringkali perlu memberikan justifikasi atau argumen untuk jawaban mereka.

Contoh Stimulus: Sebuah infografis yang menampilkan dua paket langganan internet dari perusahaan yang berbeda. Paket A: Rp 200.000 per bulan dengan kuota 50 GB, kelebihan pemakaian dikenakan Rp 2.000 per GB. Paket B: Rp 300.000 per bulan dengan kuota 100 GB, kelebihan pemakaian dikenakan Rp 1.500 per GB.

Contoh Pertanyaan Level Penalaran: "Budi rata-rata menggunakan data sekitar 70 GB per bulan. Paket manakah yang lebih hemat untuk Budi? Jelaskan alasan dan perhitunganmu! Pada tingkat pemakaian berapa GB per bulan kedua paket tersebut akan memiliki biaya yang sama?"

Pembahasan: Untuk menjawab pertanyaan pertama, siswa harus menghitung total biaya untuk kedua paket pada pemakaian 70 GB (Paket A: 200.000 + (20 x 2.000) = 240.000; Paket B: 300.000 karena kuota masih cukup) dan membandingkannya. Untuk pertanyaan kedua, siswa harus menggunakan penalaran aljabar untuk membuat model persamaan linear dan menemukan titik potongnya, yang merupakan masalah non-rutin yang menuntut analisis mendalam.

Bentuk Soal dan Pelaksanaan Teknis AKM

Salah satu inovasi penting dalam AKM adalah penggunaan ragam bentuk soal dan platform pelaksanaan yang canggih. Ini memungkinkan pengukuran kompetensi yang lebih komprehensif dan efisien.

Ragam Bentuk Soal AKM

AKM tidak lagi terpaku pada soal pilihan ganda saja. Penggunaan berbagai format soal memungkinkan asesmen untuk menggali berbagai aspek pemikiran siswa, dari pengenalan fakta hingga kemampuan berargumen.

Pelaksanaan Teknis yang Modern dan Adaptif

AKM diselenggarakan dengan moda daring (online) atau semi-daring, menggunakan platform Computer-Based Test (CBT). Namun, keunggulan utamanya terletak pada sifatnya yang adaptif.

AKM menggunakan metode yang disebut Multi-Stage Adaptive Testing (MSAT). Cara kerjanya dapat dijelaskan secara sederhana sebagai berikut:

  1. Semua siswa memulai tes dengan mengerjakan satu set soal (stage 1) dengan tingkat kesulitan sedang.
  2. Berdasarkan performa siswa di stage 1, sistem akan menentukan set soal berikutnya (stage 2).
  3. Siswa yang menjawab benar sebagian besar soal di stage 1 akan diberikan set soal yang lebih sulit di stage 2.
  4. Sebaliknya, siswa yang banyak melakukan kesalahan di stage 1 akan diberikan set soal yang lebih mudah di stage 2.

Pendekatan adaptif ini memiliki beberapa keunggulan signifikan. Pertama, asesmen menjadi lebih efisien karena tidak membuang waktu memberikan soal yang terlalu mudah bagi siswa berkemampuan tinggi, atau soal yang terlalu sulit bagi siswa yang masih kesulitan. Kedua, hasil pengukuran menjadi lebih presisi dan akurat karena setiap siswa diuji pada tingkat kesulitan yang paling sesuai dengan kemampuannya. Ini memungkinkan Pusmenjar untuk memetakan kemampuan siswa dalam spektrum yang lebih luas dan detail.

Sebuah Langkah Maju untuk Pendidikan Indonesia

Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang diinisiasi oleh Pusmenjar Kemdikbud menandai sebuah babak baru dalam evaluasi pendidikan di Indonesia. Ini adalah pergeseran dari paradigma asesmen yang hanya mengukur hasil akhir (assessment of learning) menuju asesmen yang berfungsi sebagai umpan balik untuk perbaikan berkelanjutan (assessment for learning).

Dengan fokus pada kompetensi fundamental literasi dan numerasi, AKM mendorong seluruh ekosistem pendidikan—mulai dari guru di kelas hingga pembuat kebijakan di tingkat nasional—untuk lebih berkonsentrasi pada pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi, penalaran kritis, dan pemecahan masalah. Hasilnya bukan lagi sekadar angka di atas kertas, melainkan sebuah peta jalan yang jelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, demi mempersiapkan generasi Indonesia yang cakap, adaptif, dan siap menghadapi tantangan zaman.

🏠 Homepage