Ilustrasi visualisasi arah dan tempat tinggal.
Memilih lokasi dan orientasi rumah adalah salah satu keputusan penting dalam kehidupan seorang Muslim. Selain pertimbangan aspek fungsional, banyak orang juga mempertimbangkan pandangan syariat Islam mengenai arah hadap bangunan. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah mengenai rumah yang menghadap ke arah barat laut. Dalam Islam, tidak ada dalil eksplisit yang secara tegas melarang atau menganjurkan rumah menghadap arah mata angin tertentu, termasuk barat laut. Namun, pandangan ini sering dikaitkan dengan beberapa pertimbangan budaya, kondisi lingkungan, dan penafsiran umum.
Prinsip dasar dalam Islam terkait tempat tinggal adalah menciptakan hunian yang membawa ketenangan (sakinah), rahmat, dan jauh dari kemudaratan. Orientasi utama yang sangat ditekankan adalah arah kiblat, yaitu Ka'bah di Mekkah. Dalam shalat, Muslim wajib menghadap kiblat. Meskipun arah shalat wajib dipenuhi, mayoritas ulama kontemporer berpendapat bahwa orientasi pintu utama atau desain keseluruhan rumah tidak terikat pada hukum wajib kiblat, selama arah kiblat dapat dipenuhi saat menunaikan ibadah shalat di dalamnya.
Jika kita melihat konteks geografis, rumah menghadap barat laut berarti bagian depan menghadap antara arah barat dan utara. Secara umum, Islam tidak memiliki aturan khusus yang membatasi rumah berdasarkan empat mata angin (utara, timur, selatan, barat). Fokusnya lebih kepada bagaimana rumah tersebut memberikan kenyamanan, keamanan, dan memfasilitasi ketaatan kepada Allah SWT.
Dalam banyak budaya dan tradisi arsitektur Islami, pertimbangan arah hadap seringkali didominasi oleh faktor iklim dan lingkungan, yang sejalan dengan prinsip menjaga kemaslahatan. Misalnya, di daerah tropis seperti Indonesia, arah yang mendapatkan intensitas panas matahari paling sedikit di siang hari cenderung lebih disukai.
Arah barat laut bisa berarti mendapatkan lebih banyak naungan dari matahari sore yang terik, tergantung pada garis lintang dan konfigurasi bangunan sekitar. Jika arah barat laut memberikan pencahayaan yang cukup tanpa membuat interior menjadi terlalu panas, maka hal ini justru dianggap baik dari sudut pandang menjaga energi dan kenyamanan penghuni, yang mana kenyamanan ini mendukung ibadah. Oleh karena itu, banyak penafsiran modern mengaitkan "baik" atau "buruk"nya arah rumah lebih pada dampaknya terhadap kualitas hidup sehari-hari.
Penting untuk memisahkan ajaran Islam murni dengan takhayul atau kepercayaan lokal yang mungkin beredar. Di beberapa kebudayaan, arah tertentu dikaitkan dengan keberuntungan atau kesialan. Dalam Islam, segala sesuatu yang terjadi adalah atas izin dan kehendak Allah (Qada dan Qadar). Menggantungkan nasib baik atau buruk semata-mata pada arah hadap rumah adalah bentuk syirik kecil (tasyabbuh) jika diyakini sepenuhnya.
Selama arah hadap tersebut tidak melanggar syariat (misalnya, tidak menghadap langsung ke kuburan besar yang dianggap tabu dalam beberapa konteks lokal tanpa alasan yang jelas), rumah menghadap barat laut tidak memiliki stigma negatif dalam teks-teks keagamaan utama. Kepercayaan yang muncul seringkali merupakan akulturasi dari Feng Shui atau kepercayaan lokal kuno lainnya yang perlu disaring dengan kacamata tauhid.
Daripada berfokus pada arah mata angin, umat Islam didorong untuk memastikan elemen-elemen berikut ada dalam rumahnya:
Kesimpulannya, rumah menghadap barat laut menurut Islam adalah boleh dan tidak dilarang. Orientasi ini sama netralnya dengan arah lainnya. Yang paling menentukan keberkahan sebuah hunian adalah penghuninya yang senantiasa mengingat Allah, menjaga hubungan baik sesama manusia, dan menjalankan ajaran agama di dalamnya. Fokus utama harus selalu pada kualitas spiritual dan kenyamanan penghuni, bukan semata-mata pada arah geografis.