Padang Arafah, atau dikenal juga sebagai Jabal Rahmah (Bukit Kasih Sayang), adalah sebuah dataran luas tak bertepi yang terletak di sebelah timur Mekkah. Tempat ini memiliki signifikansi yang tak tertandingi dalam sejarah Islam karena menjadi lokasi utama pelaksanaan ibadah haji. Bagi umat Muslim di seluruh dunia, Arafah bukan sekadar lokasi geografis, melainkan arena spiritual di mana jemaah mendekatkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang paling utama; tanpanya, ibadah haji dianggap tidak sah.
Secara historis, Arafah dipercaya sebagai tempat di mana Nabi Adam AS dan Siti Hawa dipertemukan kembali setelah diturunkan dari surga. Kata 'Arafah' sendiri berasal dari akar kata Arab yang berarti 'mengenal' atau 'mengetahui'. Hal ini menguatkan makna bahwa Arafah adalah tempat di mana seorang hamba 'mengenal' kembali keesaan Tuhannya dan 'mengenal' hakikat dirinya sebagai makhluk yang lemah dan penuh dosa yang mengharapkan rahmat Ilahi.
Pelaksanaan utama di Arafah adalah 'Wukuf', yang secara harfiah berarti 'berdiam diri'. Wukuf dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah, bertepatan dengan puncak musim haji. Jemaah diwajibkan berada di area Arafah, meskipun hanya sesaat, sejak waktu Dzuhur hingga terbenamnya matahari. Selama rentang waktu yang relatif singkat ini, jemaah dianjurkan untuk memperbanyak doa, zikir, istighfar, dan memohon ampunan. Suasana di Arafah pada hari itu digambarkan sebagai gambaran miniatur Hari Kiamat, di mana jutaan manusia berkumpul dalam pakaian ihram putih yang sama, tanpa memandang status sosial, kekayaan, atau kebangsaan.
Rasulullah SAW bersabda, "Haji itu adalah Arafah." Hadis ini menekankan betapa krusialnya momen ini. Di Arafah, seorang Muslim berada dalam posisi paling rentan dan paling dekat dengan keridhaan Allah. Ini adalah saat di mana pintu-pintu langit diyakini terbuka lebar untuk mengabulkan setiap permohonan tulus. Para jemaah mencurahkan segala isi hati mereka, mengingat kesalahan masa lalu, dan berjanji untuk menjadi pribadi yang lebih baik setelah kembali dari tanah suci.
Di tengah padang Arafah terdapat sebuah bukit kecil yang dikenal sebagai Jabal Rahmah (Bukit Kasih Sayang). Meskipun banyak perbedaan pendapat mengenai statusnya sebagai lokasi pertemuan Adam dan Hawa, bukit ini menjadi titik fokus spiritual bagi banyak jemaah yang ingin mendalami sejarah penciptaan dan hubungan antara manusia dengan Penciptanya. Para ulama menekankan bahwa fokus utama bukanlah pada pendakian bukit tersebut, melainkan pada makna spiritual dari kawasan Arafah secara keseluruhan.
Setelah matahari terbenam, jemaah melanjutkan ritual menuju Muzdalifah untuk mengambil batu kerikil sebagai persiapan lempar jumrah keesokan harinya. Perpindahan dari Arafah ini menandai berakhirnya fase puncak haji yang paling intens. Arafah adalah momen refleksi kolektif umat Islam; sebuah pengakuan bahwa di hadapan Tuhan, semua manusia sama, bersatu dalam penyerahan diri total.
Padang Arafah mengajarkan pelajaran universal tentang kesetaraan, kerendahan hati, dan pentingnya pertobatan. Ketika semua simbol kemewahan duniawi dilepaskan dan digantikan dengan kain ihram sederhana, yang tersisa hanyalah esensi kemanusiaan yang sama di hadapan Allah. Kesungguhan doa di Arafah diharapkan dapat membersihkan hati dan memberikan semangat baru untuk menjalani kehidupan sesuai ajaran Islam. Pengalaman ini menjadi penutup spiritual yang menyempurnakan perjalanan panjang menuju rumah Allah, mengukuhkan janji seorang hamba untuk hidup dalam ketakwaan. Arafah adalah titik nol spiritual, tempat di mana rahmat Allah dicurahkan tanpa batas.