(Ilustrasi metaforis dari figur yang memegang peran sentral)
Frasa "yang jadi mak beti" seringkali muncul dalam percakapan sehari-hari, terutama di lingkungan sosial yang akrab. Meskipun mungkin terdengar informal, frasa ini memegang makna kultural yang cukup mendalam. Dalam konteks bahasa gaul atau ungkapan sehari-hari, "Mak Beti" bukanlah merujuk pada satu individu tertentu yang bernama pasti, melainkan lebih kepada sebuah arketipe atau figur sentral yang secara implisit menjadi poros, pengambil keputusan, atau sumber utama informasi dan gosip dalam sebuah kelompok sosial, lingkungan kerja, atau bahkan keluarga besar.
Untuk memahami siapa "yang jadi mak beti" sesungguhnya, kita perlu melihat fungsi yang melekat pada label tersebut. Sosok ini adalah pusat gravitasi sosial. Ketika ada urusan penting, atau ketika ada kebutuhan untuk mengamankan informasi penting, orang cenderung akan mendatangi atau merujuk kepada orang inilah. Mereka seringkali memiliki koneksi yang luas dan ingatan yang tajam terhadap peristiwa masa lalu yang relevan dengan kelompok tersebut. Mereka adalah arsip hidup.
Karakteristik utama dari figur yang mendapat julukan ini biasanya meliputi tiga aspek: penguasaan informasi, kemampuan mediasi, dan kehadiran yang tak tergantikan. Penguasaan informasi berarti mereka tahu apa yang sedang terjadi, siapa yang berhubungan dengan siapa, dan apa dampak dari setiap keputusan. Mereka mungkin bukan pemimpin formal, namun otoritas informal mereka sangat kuat. Jika Anda ingin tahu kabar terbaru tentang suatu acara atau kebijakan, bertanya pada "Mak Beti" adalah jalan pintas yang paling efisien.
Selain itu, kemampuan mediasi sangat penting. Dalam konflik kecil atau kesalahpahaman antar anggota kelompok, figur ini seringkali diminta untuk menjadi penengah. Mereka cenderung memiliki pandangan yang seimbang (atau setidaknya pandangan yang diterima secara luas oleh mayoritas) dan mampu menyampaikan pesan dengan cara yang 'dapat dicerna' oleh semua pihak. Mereka adalah jembatan komunikasi yang vital. Tanpa mereka, komunikasi dalam kelompok bisa menjadi terputus-putus atau bahkan menimbulkan kesalahpahaman yang lebih besar.
Dalam struktur sosial yang didominasi oleh komunikasi lisan dan hubungan personal yang kuat, keberadaan "Mak Beti" berfungsi sebagai perekat. Mereka memastikan kohesi sosial tetap terjaga. Bayangkan sebuah komunitas tanpa orang yang mengingat sejarah kolektif mereka; kekacauan kecil bisa berulang karena kurangnya referensi masa lalu. Sosok ini mengisi kekosongan itu. Mereka adalah jangkar yang mencegah kelompok hanyut dalam perubahan atau ketidakpastian.
Fenomena "Mak Beti" juga bisa dilihat dari sisi psikologis. Manusia cenderung mencari figur otoritas informal untuk memvalidasi informasi atau perasaan mereka. Ketika seseorang merasa bingung, mengacu pada apa yang "Mak Beti" katakan memberikan rasa aman dan kepastian. Ini adalah bentuk validasi sosial yang sangat kuat, terlepas dari apakah informasi tersebut secara objektif 100% benar atau tidak. Yang penting adalah konsensus yang dibangun di seputar figur tersebut.
Di era digital saat ini, di mana informasi mengalir deras melalui platform media sosial, peran "yang jadi mak beti" sedikit bertransformasi. Meskipun informasi kini lebih mudah diakses, kebutuhan akan kurator atau filter informasi tetap tinggi. Dalam konteks digital, "Mak Beti" mungkin adalah admin grup WhatsApp yang paling aktif, atau orang yang paling cepat memposting berita valid di linimasa grup komunitas. Mereka yang mampu memilah informasi mana yang penting dan mana yang hanya keramaian semu.
Peran ini menuntut keterampilan sosial yang tinggiākemampuan untuk mendengar lebih banyak daripada berbicara, kemampuan untuk mengingat detail yang tampaknya sepele, dan yang terpenting, kemampuan untuk menjaga kepercayaan. Kepercayaan adalah mata uang utama bagi "yang jadi mak beti." Jika kepercayaan itu hilang, maka status informal mereka sebagai pusat informasi dan mediasi akan segera terdegradasi. Oleh karena itu, menjaga reputasi dan integritas (walaupun terkadang dalam ranah gosip) menjadi sangat krusial bagi keberlangsungan peran sentral mereka dalam komunitas.