Keyakinan dasar dalam Islam adalah mengimani bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Keimanan ini tidak hanya sebatas pengakuan lisan, tetapi harus diiringi pemahaman mendalam mengenai sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna. Di antara sifat-sifat tersebut, penekanan utama selalu tertuju pada keMahaKuasaan Allah, yaitu Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu yang ada di alam semesta, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi.
Kekuasaan-Nya tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Ia yang menciptakan, mengatur, menghidupkan, dan mematikan. Tidak ada satu pun kejadian, sekecil apapun, yang luput dari pengetahuan dan kekuasaan-Nya. Konsep ini memberikan rasa aman sekaligus menuntut rasa takut (khauf) dan harap (raja') yang seimbang bagi seorang Muslim. Ketika kita menyadari bahwa Allah adalah Al-Qadir (Yang Maha Kuasa), segala urusan duniawi menjadi relatif kecil di hadapan kekuasaan-Nya yang tak terbatas.
Representasi visual keagungan dan kekuasaan Ilahi.
Memahami Melalui Asmaul Husna
Kekuasaan Allah SWT termanifestasi secara sempurna melalui nama-nama-Nya yang terindah, yang dikenal sebagai Asmaul Husna. Nama-nama ini bukan sekadar label, melainkan cerminan dari sifat-sifat sempurna Dzat-Nya yang wajib kita kenali dan agungkan. Ketika kita menyebut nama-Nya, kita sedang mengakui salah satu aspek kekuasaan-Nya yang tak tertandingi.
Aspek Kekuasaan dalam Asmaul Husna
Beberapa nama dalam Asmaul Husna secara eksplisit menunjukkan bahwa Allah adalah sumber dari segala kekuasaan:
- Al-Malik (Raja yang Menguasai): Menunjukkan bahwa Dia adalah penguasa mutlak segala sesuatu, dan tidak ada raja yang lebih tinggi darinya.
- Al-Qadir (Yang Maha Kuasa): Nama yang paling langsung mengacu pada kemampuan-Nya untuk melakukan apa pun tanpa hambatan.
- Al-Qayyum (Yang Berdiri Sendiri): Kekuasaan-Nya bersifat mandiri, tidak bergantung pada siapapun, sementara segala sesuatu bergantung kepada-Nya untuk eksistensinya.
- Al-Khaliq (Yang Maha Menciptakan): Penciptaan tanpa contoh sebelumnya adalah puncak dari kekuasaan tertinggi.
- Al-Muhaimin (Yang Maha Memelihara/Menjaga): Pemeliharaan alam semesta secara terus-menerus membutuhkan kekuasaan yang tak pernah berhenti bekerja.
Merenungkan Asmaul Husna membantu seorang hamba untuk menempatkan dirinya dalam posisi yang benar di hadapan Sang Pencipta. Jika Allah adalah Al-Ghani (Maha Kaya), maka meminta rezeki kepada selain Dia adalah tindakan yang sangat tidak logis. Jika Dia adalah Al-Hafizh (Maha Memelihara), maka tidak ada yang perlu ditakuti jika kita berada dalam lindungan-Nya.
Implikasi Keimanan pada Kekuasaan Allah
Mengimani bahwa Allah Maha Kuasa membawa dampak signifikan pada cara seorang Muslim menjalani hidup. Pertama, ia menumbuhkan tawakkal yang hakiki. Ketika menghadapi kesulitan besar, seorang mukmin tahu bahwa meskipun sebab-sebab duniawi tampak buntu, kekuasaan Allah tidak pernah buntu. Doa menjadi senjata utama karena ia memanggil Sang Penguasa Segala Urusan.
Kedua, ini menumbuhkan kerendahan hati. Kesadaran bahwa semua kekuatan, kekayaan, dan kesehatan adalah titipan semata, yang sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh Pemilik Mutlak, mencegah kesombongan dan keangkuhan. Kita menyadari bahwa pencapaian kita hanyalah hasil izin dan bantuan dari Yang Maha Kuasa.
Ketiga, ia mendorong umat Islam untuk beramal saleh dengan penuh harapan. Karena Allah Maha Kuasa untuk mengampuni dosa-dosa besar sekalipun (melalui sifat-Nya Al-Ghafur dan At-Tawwab), maka pintu taubat selalu terbuka. Begitu pula dalam berbuat kebaikan, kita berharap kekuasaan-Nya akan melipatgandakan pahala dari amal yang tampaknya sederhana.
Secara keseluruhan, mengakui bahwa Allah Maha Kuasa, sebagaimana tercermin dalam Asmaul Husna, adalah fondasi spiritual yang kokoh. Ia menjadi jangkar di tengah badai kehidupan, mengingatkan bahwa di balik setiap misteri dan setiap peristiwa, ada kebijaksanaan dan kekuatan yang Maha Agung yang mengatur segalanya demi kebaikan hamba-hamba-Nya yang beriman.