Asmaul Husna, yaitu 99 nama indah Allah SWT, adalah kunci mendalam untuk mengenal sifat dan keagungan Sang Pencipta. Setiap nama membawa makna yang menjelaskan kesempurnaan-Nya yang tak terhingga. Salah satu konsep fundamental yang tersemat dalam Asmaul Husna adalah konsep keabadian, yang termaktub dalam nama-Nya yang agung. Memahami bahwa Allah Maha Kekal adalah arti dari Asmaul Husna tertentu, membuka wawasan kita tentang eksistensi yang tidak berawal dan tidak berakhir.
Dalam rangkaian nama-nama-Nya, terdapat Asmaul Husna yang secara langsung merefleksikan sifat kekal ini. Nama Allah Al-Baqī (The Everlasting/Yang Maha Kekal) adalah penegasan bahwa wujud Allah adalah abadi. Tidak seperti ciptaan-Nya yang fana—segala sesuatu di alam semesta ini pasti akan mengalami kehancuran atau perubahan—keberadaan Allah SWT adalah tunggal dan kekal adanya. Ketiadaan awal (Qidam) dan ketiadaan akhir (Baqā) merupakan dua sisi dari kesempurnaan Dzat-Nya.
Mengapa Keabadian Allah Penting untuk Dipahami?
Konsep bahwa Allah Maha Kekal adalah arti dari Asmaul Husna Al-Baqī memberikan rasa aman dan ketenangan batin bagi seorang mukmin. Ketika kita menghadapi kefanaan dunia—kehilangan harta, sakit penyakit, atau kematian orang yang dicintai—keyakinan terhadap Dzat yang tidak pernah berubah dan tidak pernah sirna menjadi sandaran utama. Dunia ini, dalam segala kemegahannya, hanyalah persinggahan sementara. Hanya Allah yang kepastian-Nya absolut dan kekal.
Asmaul Husna lain yang berkaitan erat adalah Al-Awwal (Yang Pertama) dan Al-Ākhir (Yang Terakhir). Al-Awwal menegaskan bahwa tidak ada yang mendahului-Nya; Dia adalah sebab dari segala sebab tanpa didahului oleh apapun. Sementara itu, Al-Akhir menegaskan bahwa setelah semua lenyap, Dialah yang tersisa. Gabungan pemahaman ini—bahwa Dia adalah yang pertama, yang terakhir, dan yang kekal—menciptakan gambaran sempurna mengenai Sumber dari segala keberadaan. Segala sesuatu bergantung pada-Nya, tetapi Dia tidak bergantung pada apapun.
Implikasi Spiritual dari Al-Baqī
Pengenalan diri terhadap sifat kekal Allah mendorong seorang hamba untuk mengarahkan segala harapan dan ketergantungan hanya kepada-Nya. Jika kita menggantungkan harapan pada makhluk yang fana, maka kekecewaan adalah keniscayaan. Namun, menggantungkan nasib pada Al-Baqī berarti bersandar pada kekuatan yang tidak pernah melemah dan janji yang tidak pernah diingkari.
Berikut adalah beberapa Asmaul Husna yang berkaitan dengan keabadian dan kemutlakan eksistensi Allah:
- Al-Baqī: Yang Maha Kekal (Tidak ada akhir bagi-Nya).
- Al-Awwal: Yang Pertama (Tidak ada permulaan bagi-Nya).
- Al-Ākhir: Yang Terakhir (Tidak ada akhir bagi-Nya).
- Al-Wāhid: Yang Maha Esa (Kesatuan sempurna yang abadi).
Tafakur (merenungkan) sifat Al-Baqī ini seharusnya memotivasi kita untuk beramal saleh. Karena amal kita akan dihisab di hadapan Dzat yang Maha Kekal, maka tujuan dari amal tersebut haruslah mencari keridaan-Nya yang kekal pula, bukan pujian manusia yang sifatnya sementara. Kita berusaha mencapai surga-Nya, sebuah tempat tinggal abadi sebagai balasan atas ketaatan kita kepada Tuhan yang sifat kekal-Nya menjadi jaminan keberlangsungan rahmat-Nya. Dengan demikian, memahami bahwa Allah Maha Kekal adalah arti dari Asmaul Husna yang mendorong kita untuk hidup selaras dengan kebenaran hakiki, yaitu keabadian Diri-Nya.
Kefanaan dunia adalah pengingat konstan bahwa segala sesuatu yang kita nikmati atau alami di dalamnya akan berakhir. Hanya Allah, Al-Baqī, yang kekal abadi, memberikan fondasi yang kokoh bagi seluruh eksistensi. Dialah satu-satunya realitas sejati yang tidak terpengaruh oleh waktu dan perubahan.