Representasi visual konsep fundamental (struktur kosmos)
Metafisika, dalam tradisi filosofis Barat, sering kali dianggap sebagai cabang filsafat yang paling mendasar. Istilah ini berasal dari penataan karya-karya Aristoteles oleh editornya di kemudian hari, yang menempatkan teks-teks tentang "filsafat pertama" setelah buku tentang Fisika (meta ta physika). Namun, bagi Aristoteles sendiri, subjek ini adalah studi tentang "apa adanya" (being qua being) atau hakikat keberadaan itu sendiri. Metafisika Aristoteles berusaha memahami prinsip-prinsip pertama dan penyebab tertinggi dari segala sesuatu yang ada. Ini berbeda dari ilmu khusus lainnya, seperti fisika yang mempelajari keberadaan dalam gerak, atau matematika yang mempelajari kuantitas. Metafisika berurusan dengan realitas dalam bentuknya yang paling universal.
Konsep sentral dalam Metafisika Aristoteles adalah Substansi (Ousia). Substansi adalah apa yang menjadi dasar bagi semua predikasi lainnya. Ketika kita mengatakan bahwa seorang pria itu tinggi, atau bahwa meja itu cokelat, "pria" dan "meja" adalah substansi yang menopang atribut-atribut tersebut. Aristoteles membedakan antara dua jenis substansi:
Studi tentang substansi ini adalah upaya untuk menjawab pertanyaan: "Apa itu realitas sejati?" Aristoteles menolak pandangan gurunya, Plato, yang menyatakan bahwa bentuk universal (Ide) adalah realitas sejati. Bagi Aristoteles, bentuk (Form) tidak ada terpisah dari materi (Matter); bentuk dan materi selalu menyatu dalam substansi tunggal.
Untuk menjelaskan perubahan dan gerak, Aristoteles memperkenalkan pasangan konsep penting: Potensi (Dynamis) dan Aktualisasi (Energeia/Entelecheia). Segala sesuatu yang ada memiliki potensi untuk menjadi sesuatu yang lain. Misalnya, biji ek adalah pohon ek secara potensial, sementara pohon ek yang sudah matang adalah pohon ek secara aktual. Perubahan adalah proses bergerak dari potensi menuju aktualisasi. Konsep ini membantu Aristoteles menjembatani pemikiran Parmenides (yang menolak perubahan) dan Heraclitus (yang menekankan perubahan total). Realitas sejati, dalam pandangannya, adalah aktualisasi itu sendiri—keberadaan yang sepenuhnya terealisasi.
Untuk memahami sepenuhnya suatu objek atau fenomena, Aristoteles berpendapat kita harus mengetahui empat penyebabnya. Empat penyebab ini memberikan kerangka kerja komprehensif untuk penyelidikan ilmiah dan filosofis:
Penyebab Final (Telos) sangat ditekankan dalam pandangan dunia Aristoteles; segala sesuatu di alam memiliki tujuan yang melekat padanya.
Membahas tentang aktualisasi membawa Aristoteles pada kesimpulan mengenai batas rantai sebab-akibat. Jika segala sesuatu yang bergerak digerakkan oleh sesuatu yang lain, kita harus mengandaikan adanya sumber gerakan pertama yang tidak digerakkan oleh apa pun—inilah Penggerak Tak Tergerakkan (Unmoved Mover). Penggerak Tak Tergerakkan ini adalah aktualisasi murni, substansi yang kekal, tidak terbuat dari materi, dan tidak memiliki potensi untuk berubah. Ia adalah penyebab akhir dari semua gerakan dan perubahan di alam semesta, namun ia menggerakkan alam semesta bukan dengan kekuatan fisik, melainkan sebagai objek hasrat atau cinta tertinggi. Dalam terminologi Aristoteles, ini adalah pemikiran tentang pemikiran murni (thinking about thinking).
Metafisika Aristoteles membentuk cetak biru pemikiran filosofis selama hampir dua milenium, terutama melalui sintesisnya dengan teologi Kristen oleh Thomas Aquinas pada Abad Pertengahan. Meskipun banyak konsepnya telah diperdebatkan atau digantikan oleh sains modern, kerangka kerjanya—khususnya dalam membedakan esensi dari eksistensi, materi dari bentuk, dan potensi dari aktual—tetap menjadi titik awal esensial dalam setiap diskusi mendalam mengenai hakikat realitas, keberadaan, dan kosmos. Studi ini adalah fondasi di mana seluruh bangunan filsafat Barat didirikan, menawarkan pandangan sistematis pertama tentang ontologi.