Perjanjian asuransi, pada hakikatnya, adalah sebuah kontrak yang kompleks dan berdasarkan kepercayaan antara dua pihak: pihak penanggung (perusahaan asuransi) dan pihak tertanggung (individu atau badan yang diasuransikan). Kepercayaan ini dibangun di atas serangkaian prinsip fundamental yang dikenal sebagai asas-asas perjanjian asuransi. Memahami asas-asas ini sangat krusial, baik bagi calon nasabah maupun bagi perusahaan asuransi, untuk memastikan bahwa hak dan kewajiban kedua belah pihak terpenuhi secara adil dan transparan.
Ini adalah asas yang paling mendasar dan krusial dalam setiap perjanjian asuransi. Asas ini mewajibkan kedua belah pihak, baik penanggung maupun tertanggung, untuk bertindak dengan itikad baik tertinggi dalam seluruh proses perjanjian. Artinya, tertanggung harus mengungkapkan seluruh fakta material yang relevan dengan risiko yang akan diasuransikan secara jujur dan lengkap. Fakta material adalah informasi yang, jika diketahui oleh penanggung, dapat memengaruhi keputusan penanggung untuk menerima risiko, menentukan premi, atau menetapkan syarat-syarat polis. Sebaliknya, penanggung juga harus bersikap jujur dalam menjelaskan ketentuan polis, manfaat, dan kewajiban tertanggung.
Contohnya, ketika mengajukan asuransi kesehatan, tertanggung wajib menyampaikan riwayat penyakit sebelumnya, gaya hidup, dan kondisi kesehatan lainnya yang diminta oleh perusahaan asuransi. Jika tertanggung menyembunyikan informasi penting ini dan kemudian mengajukan klaim yang berkaitan dengan penyakit yang disembunyikan, maka perusahaan asuransi berhak menolak klaim tersebut berdasarkan pelanggaran asas ini.
Asas ini menyatakan bahwa tertanggung harus memiliki kepentingan finansial atau ekonomi yang sah atas objek yang diasuransikan. Artinya, tertanggung harus berpotensi mengalami kerugian finansial jika objek yang diasuransikan mengalami kerugian atau kerusakan. Kepentingan ini harus ada pada saat terjadinya pertanggungan dan, dalam beberapa jenis asuransi (seperti asuransi jiwa), harus ada juga pada saat timbulnya kerugian.
Contoh paling jelas adalah asuransi jiwa. Seseorang dapat mengasuransikan hidupnya sendiri. Namun, seseorang tidak dapat mengasuransikan hidup orang lain yang tidak memiliki hubungan finansial dengannya, kecuali jika ada kepentingan finansial yang sah (misalnya, orang tua mengasuransikan anaknya yang akan menjadi tulang punggung keluarga di masa depan, atau pemilik perusahaan mengasuransikan karyawannya yang sangat penting untuk operasional bisnis). Demikian pula, pemilik kendaraan berhak mengasuransikan kendaraannya, bukan tetangga yang tidak memiliki kendaraan tersebut.
Asas ganti rugi bertujuan untuk mengembalikan tertanggung pada posisi finansialnya sebelum terjadi kerugian, bukan untuk memberikan keuntungan finansial. Perusahaan asuransi akan mengganti kerugian yang diderita tertanggung sesuai dengan nilai kerugian yang sebenarnya, dengan batasan maksimum sesuai nilai pertanggungan yang tertera dalam polis. Prinsip ini berlaku utama pada asuransi kerugian (seperti asuransi kendaraan bermotor, asuransi kebakaran, atau asuransi properti).
Misalnya, jika sebuah mobil senilai Rp 200 juta mengalami kerusakan total akibat kecelakaan dan nilai pertanggungan mobil tersebut adalah Rp 200 juta, maka perusahaan asuransi akan membayar maksimum Rp 200 juta. Tertanggung tidak akan mendapatkan uang lebih dari nilai mobilnya, meskipun ia mungkin merasa "beruntung" mendapatkan uang baru dari mobil yang rusak. Namun, perlu dicatat bahwa asas ganti rugi tidak selalu berlaku mutlak pada asuransi jiwa, di mana manfaat yang dibayarkan bersifat tetap dan tidak selalu berdasarkan kerugian finansial aktual.
Asas subrogasi adalah kelanjutan dari asas indemnity. Setelah perusahaan asuransi memberikan ganti rugi kepada tertanggung atas kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga, maka perusahaan asuransi berhak menggantikan kedudukan tertanggung dalam menuntut haknya kepada pihak ketiga tersebut untuk mendapatkan kembali uang yang telah dibayarkan. Dengan kata lain, hak tertanggung untuk menuntut pihak ketiga beralih kepada perusahaan asuransi.
Contoh: Jika kendaraan Anda ditabrak oleh pengendara lain yang lalai, dan perusahaan asuransi Anda telah mengganti biaya perbaikan mobil Anda, maka perusahaan asuransi Anda kini berhak untuk menuntut ganti rugi dari pengendara yang lalai tersebut atau perusahaan asuransinya. Tertanggung tidak dapat menuntut ganti rugi dari pihak ketiga setelah menerima ganti rugi dari perusahaan asuransinya sendiri.
Asas kontribusi berlaku ketika objek yang sama diasuransikan pada lebih dari satu penanggung dan menyebabkan terjadinya klaim. Asas ini menyatakan bahwa masing-masing penanggung hanya berkewajiban menanggung sebagian dari kerugian sesuai dengan proporsi nilai pertanggungan yang ditanggung oleh masing-masing. Tertanggung tidak berhak menerima ganti rugi secara penuh dari setiap penanggung, melainkan hanya berhak menerima total ganti rugi yang sesuai dengan kerugiannya.
Contoh: Jika sebuah bangunan bernilai Rp 1 miliar diasuransikan kepada Perusahaan A sebesar Rp 600 juta dan kepada Perusahaan B sebesar Rp 400 juta. Jika terjadi kerugian Rp 200 juta, maka Perusahaan A akan menanggung 60% dari kerugian (Rp 120 juta) dan Perusahaan B akan menanggung 40% dari kerugian (Rp 80 juta). Total ganti rugi yang diterima tertanggung adalah Rp 200 juta.
Asas-asas perjanjian asuransi ini membentuk kerangka kerja yang kuat untuk menjaga keseimbangan dan keadilan dalam hubungan antara tertanggung dan penanggung. Dengan memahami dan mematuhi prinsip-prinsip ini, diharapkan proses asuransi dapat berjalan lancar, memberikan perlindungan yang optimal, dan membangun kepercayaan yang berkelanjutan.