Dalam setiap sistem hukum yang beradab, asas kepastian hukum merupakan fondasi krusial yang menopang tegaknya keadilan dan ketertiban. Tanpa kepastian hukum, masyarakat akan hidup dalam ketidakpastian, kebingungan, dan potensi penyalahgunaan wewenang. Asas ini menjamin bahwa peraturan hukum yang berlaku dapat diketahui, dipahami, dan ditaati oleh setiap warga negara, serta memberikan perlindungan dari tindakan sewenang-wenang. Pentingnya asas ini telah diakui dan dijelaskan oleh berbagai ahli hukum terkemuka, yang memberikan dimensi pemahaman yang lebih mendalam.
Secara fundamental, kepastian hukum (rechtszekerheid) berarti bahwa hukum harus memberikan jaminan kepada warga negaranya bahwa peraturan yang ada bersifat jelas, tidak ambigu, konsisten, dan stabil. Ini mencakup beberapa elemen penting:
Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, kepastian hukum adalah salah satu unsur penting dalam negara hukum. Ia menekankan bahwa tanpa kepastian hukum, warga negara tidak dapat mengetahui hak dan kewajibannya secara jelas, yang dapat berujung pada ketidakadilan. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa kepastian hukum bukan hanya berarti hukum yang tertulis, tetapi juga mencakup penafsiran dan penerapan hukum yang konsisten oleh aparat penegak hukum.
Berbagai ahli telah mengemukakan pandangan mereka mengenai pentingnya asas kepastian hukum.
Meskipun tidak secara eksplisit menggunakan istilah "kepastian hukum" dalam pengertian modern, gagasan Savigny tentang hukum sebagai manifestasi dari Volksgeist (jiwa bangsa) secara tidak langsung mengandung unsur kepastian. Hukum yang berasal dari tradisi dan kesadaran masyarakat cenderung lebih stabil dan diterima, sehingga memberikan rasa kepastian. Jika hukum dipaksakan dari luar atau berubah secara drastis, maka kepastian dan penerimaan hukum akan berkurang.
Lon L. Fuller, dalam karyanya yang terkenal, menguraikan delapan syarat agar suatu sistem hukum dapat dikatakan efektif dan memiliki integritas moral. Delapan syarat ini, yang ia sebut sebagai "moralitas internal hukum", sangat erat kaitannya dengan kepastian hukum. Syarat-syarat tersebut meliputi: (1) hukum harus memiliki aturan, (2) aturan harus dipublikasikan, (3) aturan tidak boleh diberlakukan surut, (4) aturan harus dapat dipahami, (5) aturan tidak boleh bertentangan satu sama lain, (6) aturan tidak boleh menuntut sesuatu yang mustahil, (7) aturan harus relatif stabil dari waktu ke waktu, dan (8) harus ada kesesuaian antara peraturan yang dibuat dengan pelaksanaannya. Pelanggaran terhadap salah satu syarat ini akan mengurangi kepastian hukum.
Roscoe Pound, melalui teori legal engineering-nya, memandang hukum sebagai alat untuk memuaskan berbagai kepentingan dalam masyarakat. Kepastian hukum adalah salah satu unsur penting dalam proses rekayasa sosial ini. Ia berargumen bahwa masyarakat membutuhkan stabilitas dan prediktabilitas dalam hubungan sosial dan ekonomi mereka. Tanpa kepastian hukum, individu tidak dapat merencanakan masa depan mereka, membuat investasi, atau menjalani kehidupan sehari-hari dengan tenang. Kepastian hukum memungkinkan terjadinya tatanan sosial yang tertib dan efisien.
Tokoh-tokoh seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau, melalui teori kontrak sosial mereka, menggarisbawahi kebutuhan akan aturan yang jelas dan disepakati bersama demi keluar dari keadaan alamiah yang penuh ketidakpastian. Hukum dalam konteks ini berfungsi sebagai perjanjian yang memberikan jaminan dan perlindungan bagi anggota masyarakat. Kepastian hukum adalah manifestasi dari perjanjian ini, di mana setiap orang mengetahui hak dan kewajibannya serta dapat mengharapkan perlakuan yang sama dari negara.
Dalam konteks praktis, asas kepastian hukum memiliki implikasi yang luas. Di bidang pidana, misalnya, kepastian hukum menjamin bahwa seseorang tidak dapat dihukum kecuali atas perbuatan yang secara jelas diatur dalam undang-undang sebagai tindak pidana. Di bidang perdata, kepastian hukum memberikan kejelasan mengenai hak-hak properti, kewajiban kontraktual, dan status hukum seseorang.
Lebih jauh, kepastian hukum sangat vital bagi iklim investasi dan pembangunan ekonomi. Investor memerlukan jaminan bahwa peraturan akan konsisten dan hak kepemilikan mereka akan dilindungi. Ketidakpastian hukum dapat menghambat aliran modal dan pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, penegakan dan pemenuhan asas kepastian hukum bukan hanya tugas para pembuat undang-undang, tetapi juga para hakim, jaksa, polisi, dan seluruh aparat penegak hukum lainnya. Konsistensi dalam putusan pengadilan, penafsiran hukum yang tidak berubah-ubah, dan pelaksanaan peraturan yang adil adalah kunci untuk mewujudkan kepastian hukum yang sesungguhnya. Tanpa kepastian hukum, janji keadilan akan menjadi hampa dan sistem hukum akan kehilangan kepercayaan publik.