Al-Khabir (الْخَبِيرُ)
Yang Maha Teliti, Maha Waspada, dan Mengetahui Segala Perkara Tersembunyi
Pendahuluan: Membuka Pintu Makrifat Melalui Nama Al-Khabir
Di antara samudra kebijaksanaan ilahi yang tak bertepi, terdapat 99 nama indah yang dikenal sebagai Asmaul Husna. Setiap nama adalah sebuah gerbang untuk memahami sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang Maha Sempurna dan Maha Agung. Mempelajari, merenungi, dan mencoba menghayati makna-makna ini bukan sekadar latihan intelektual, melainkan sebuah perjalanan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Salah satu nama yang memiliki kedalaman makna luar biasa dan relevansi mendalam dalam kehidupan setiap hamba adalah Al-Khabir (الْخَبِيرُ).
Secara sederhana, Al-Khabir sering diterjemahkan sebagai "Yang Maha Mengetahui" atau "Yang Maha Waspada". Namun, terjemahan ini baru menyentuh permukaan dari makna yang sesungguhnya. Al-Khabir memiliki nuansa yang lebih spesifik dan mendalam. Ia adalah Dzat yang pengetahuan-Nya tidak hanya mencakup hal-hal yang tampak (zahir), tetapi juga menembus hingga ke realitas terdalam yang tersembunyi (batin). Pengetahuan-Nya bersifat komprehensif, detail, dan menyeluruh, meliputi niat yang terbesit di hati, rahasia yang tersimpan rapat, hingga hikmah di balik setiap kejadian yang seringkali luput dari pemahaman manusia.
Memahami Al-Khabir berarti menyadari bahwa tidak ada satu pun detail di alam semesta ini yang luput dari pengawasan-Nya. Setiap getaran daun, setiap detak jantung, setiap bisikan jiwa, semuanya berada dalam liputan ilmu-Nya yang sempurna. Kesadaran ini memiliki kekuatan transformatif yang dahsyat. Ia dapat mengubah cara kita beribadah, berinteraksi dengan sesama, menghadapi ujian, dan bahkan cara kita memandang diri sendiri. Artikel ini akan mengajak kita untuk menyelami makna Al-Khabir secara lebih dalam, menelusuri jejaknya dalam Al-Qur'an, melihat manifestasinya di alam raya, dan yang terpenting, bagaimana kita bisa meneladani sifat ini untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih ikhlas, dan lebih tenang dalam menjalani kehidupan.
Analisis Makna Al-Khabir: Lebih dari Sekadar Mengetahui
Untuk memahami esensi Al-Khabir, kita perlu mengurai akarnya dalam bahasa Arab dan membedakannya dari sifat-sifat Allah lain yang serupa, seperti Al-'Alim (Yang Maha Mengetahui) dan Asy-Syahid (Yang Maha Menyaksikan).
Etimologi dan Akar Kata
Nama Al-Khabir berasal dari akar kata tiga huruf dalam bahasa Arab: Kha-Ba-Ra (خ-ب-ر). Akar kata ini memiliki spektrum makna yang berkisar pada pengetahuan yang mendalam, pengalaman, dan berita atau informasi. Dari sini, lahir beberapa kata turunan yang saling berkaitan:
- Khabar (خَبَر): Berarti berita, warta, atau informasi. Ini menunjukkan adanya pengetahuan tentang suatu peristiwa.
- Khibran (خِبْرًا): Berarti pengetahuan yang didapat melalui pengalaman atau pengujian. Ini bukan sekadar pengetahuan teoretis, tetapi pemahaman yang teruji dan terbukti.
- Khubrah (خُبْرَة): Berarti keahlian atau kepakaran. Seseorang yang memiliki khubrah adalah seorang ahli yang memahami seluk-beluk bidangnya secara detail dan mendalam.
Dari akar kata ini, kita dapat memahami bahwa Al-Khabir bukanlah sekadar 'mengetahui'. Pengetahuan Allah sebagai Al-Khabir adalah pengetahuan seorang "pakar" yang absolut. Ia mengetahui hakikat segala sesuatu dari dalam ke luar. Pengetahuan-Nya meliputi sebab-akibat, potensi, konsekuensi, dan hikmah tersembunyi dari setiap perkara. Ini adalah pengetahuan yang bersifat "eksperiensial" dalam arti ilahiah—sebuah pemahaman yang menyeluruh karena Dia-lah yang menciptakan, mengatur, dan menguasai segalanya.
Perbedaan Al-Khabir dengan Sifat Serupa
Dalam Asmaul Husna, ada beberapa nama yang berkaitan dengan ilmu Allah. Memahami perbedaannya akan memperkaya pemahaman kita tentang Al-Khabir.
1. Al-Khabir vs. Al-'Alim (العليم)
Al-'Alim (Yang Maha Mengetahui) adalah sifat yang mencakup segala jenis pengetahuan tanpa terkecuali. Ilmu Allah meliputi apa yang telah terjadi, apa yang sedang terjadi, apa yang akan terjadi, dan bahkan apa yang tidak terjadi, Dia tahu bagaimana jika itu terjadi. Sifat ini bersifat umum dan absolut.
Sementara itu, Al-Khabir memiliki penekanan khusus pada pengetahuan tentang hal-hal batin, tersembunyi, dan detail yang halus (daqa'iq al-umur). Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa jika ilmu dikaitkan dengan aspek-aspek yang tersembunyi, maka pemiliknya disebut Khabir. Al-Khabir mengetahui rahasia di balik penampilan luar. Sebagai contoh, Al-'Alim mengetahui bahwa seseorang sedang bersedekah. Al-Khabir, di sisi lain, mengetahui niat di balik sedekah itu—apakah karena riya (ingin pamer) atau murni karena ikhlas mencari ridha-Nya. Al-Khabir mengetahui detak hati, keraguan, harapan, dan ketulusan yang menyertai perbuatan tersebut.
2. Al-Khabir vs. Asy-Syahid (الشهيد)
Asy-Syahid (Yang Maha Menyaksikan) merujuk pada Allah sebagai saksi yang hadir dan melihat segala sesuatu secara langsung. Sifat ini menekankan aspek kehadiran dan penglihatan-Nya atas segala perbuatan yang tampak. Allah adalah saksi atas segala perbuatan hamba-hamba-Nya.
Al-Khabir melengkapi makna ini dengan pengetahuan tentang apa yang tidak terlihat oleh mata. Asy-Syahid menyaksikan perbuatan itu terjadi, sementara Al-Khabir mengetahui latar belakang, motivasi, dan dampak jangka panjang dari perbuatan tersebut. Pengetahuan Al-Khabir tidak memerlukan "kehadiran" dalam makna fisik, karena Ia meliputi segala sesuatu dengan ilmu-Nya. Dia mengetahui bisikan hati bahkan sebelum bisikan itu menjadi tindakan yang bisa disaksikan.
3. Al-Khabir dan Al-Lathif (اللطيف)
Dalam Al-Qur'an, nama Al-Khabir seringkali digandengkan dengan Al-Lathif (Yang Maha Lembut/Halus). Kombinasi "Al-Lathiful Khabir" memiliki makna yang sangat indah.
أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
"Apakah (pantas) Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Maha Halus, Maha Teliti." (QS. Al-Mulk: 14)
Al-Lathif bermakna Dzat yang ilmu-Nya dapat menembus hal-hal yang paling halus dan tersembunyi, serta Dzat yang berbuat dengan cara yang sangat lembut dan tak terasa. Ketika disandingkan, Al-Lathiful Khabir berarti Allah adalah Dzat yang mengetahui detail-detail terkecil dan tersembunyi (Al-Khabir), dan Dia mengurus serta mengatur semua itu dengan cara yang paling halus dan penuh hikmah (Al-Lathif). Dia mengetahui penyakit tersembunyi di dalam hati, dan Dia mengirimkan obatnya (berupa ujian atau hidayah) dengan cara yang sangat lembut.
Al-Khabir dalam Sorotan Al-Qur'an dan Sunnah
Al-Qur'an, sebagai firman Allah, adalah sumber utama untuk memahami sifat-sifat-Nya. Nama Al-Khabir dan derivasinya disebutkan puluhan kali dalam berbagai konteks, masing-masing memberikan pelajaran berharga bagi orang-orang yang beriman.
Pengetahuan yang Meliputi Niat dan Ketaqwaan
Salah satu penekanan utama Al-Khabir dalam Al-Qur'an adalah bahwa penilaian Allah tidak didasarkan pada penampilan luar, status sosial, suku, atau bangsa, melainkan pada ketaqwaan yang bersemayam di dalam hati.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (QS. Al-Hujurat: 13)
Penutupan ayat ini dengan "Alimun Khabir" adalah penegasan yang kuat. Allah Maha Mengetahui (Alim) secara umum siapa saja hamba-Nya, dan Dia Maha Teliti (Khabir) dalam mengetahui kadar ketaqwaan yang sesungguhnya di dalam hati setiap individu. Manusia bisa saja tertipu oleh penampilan, gelar, atau retorika seseorang. Namun, Al-Khabir mengetahui dengan pasti ketulusan, kesombongan, atau kerendahan hati yang tersembunyi di balik semua itu.
Tidak Ada yang Tersembunyi, Sekecil Apapun
Nasihat Luqman Al-Hakim kepada anaknya adalah pelajaran abadi tentang pengawasan Al-Khabir yang total. Pelajaran ini mengajarkan bahwa tidak ada amal, baik atau buruk, yang akan sia-sia, sekalipun tersembunyi dari pandangan seluruh makhluk.
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
"(Luqman berkata), 'Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Teliti.'" (QS. Luqman: 16)
Ayat ini menggunakan metafora yang sangat kuat. Biji sawi sangat kecil. Bayangkan biji sekecil itu tersembunyi di dalam sebuah batu yang solid, atau hilang di bentangan langit yang luas, atau terkubur jauh di dalam perut bumi. Bagi manusia, hal itu mustahil ditemukan. Namun, bagi Allah, Al-Lathiful Khabir, semuanya jelas dan akan diperhitungkan. Ini menanamkan rasa mawas diri (muraqabah) yang mendalam, mendorong kita untuk berbuat baik bahkan saat tak ada seorang pun yang melihat, dan mencegah kita dari berbuat dosa sekecil apapun di kala sepi.
Pengetahuan Atas Segala Perbuatan
Al-Qur'an berulang kali mengingatkan bahwa Allah adalah Al-Khabir atas segala sesuatu yang kita kerjakan. Ini berfungsi sebagai peringatan sekaligus sumber harapan.
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
"...Dan apa pun kebaikan yang kamu kerjakan, Allah Maha Melihatnya." (Sebuah terjemahan lain dari ayat yang mirip konteksnya: "...sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan." - Wallahu bima ta'maluna Khabir)
Frasa "Wallahu bima ta'maluna Khabir" (Dan Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan) muncul dalam berbagai bentuk di Al-Qur'an. Ini adalah pengingat bahwa setiap usaha, setiap pengorbanan, setiap tetes keringat di jalan kebaikan, tidak pernah luput dari pengetahuan-Nya. Di sisi lain, ini juga peringatan bahwa setiap tipu daya, setiap kecurangan, dan setiap niat buruk juga tercatat dengan sempurna di sisi-Nya. Tidak ada yang bisa disembunyikan.
Al-Khabir dalam Konteks Hadis
Meskipun tidak selalu menyebut nama Al-Khabir secara eksplisit, banyak hadis Nabi Muhammad SAW yang mengandung esensi dari sifat ini. Hadis yang paling terkenal adalah Hadis Jibril, ketika malaikat Jibril bertanya tentang Islam, Iman, dan Ihsan.
Ketika ditanya tentang Ihsan, Rasulullah SAW menjawab:
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
"Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak mampu melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu."
Kalimat "fa innahu yaraka" (maka sesungguhnya Dia melihatmu) adalah inti dari penghayatan terhadap sifat Al-Khabir, Al-Bashir (Maha Melihat), dan Asy-Syahid. Keyakinan bahwa Allah senantiasa mengawasi, mengetahui isi hati, dan meneliti setiap detail perbuatan kita adalah puncak dari kualitas ibadah. Inilah yang mendorong seorang hamba untuk senantiasa memperbaiki diri, baik dalam kesendirian maupun di tengah keramaian.
Manifestasi Sifat Al-Khabir di Alam Semesta
Alam semesta adalah kitab terbuka yang memanifestasikan nama-nama dan sifat-sifat Allah. Dengan merenungi ciptaan-Nya, kita dapat menyaksikan keagungan Al-Khabir dalam setiap detailnya.
Keteraturan Kosmos yang Presisi
Dari pergerakan galaksi-galaksi raksasa hingga rotasi elektron di dalam atom, alam semesta beroperasi di atas hukum-hukum fisika yang sangat presisi dan konsisten. Planet-planet mengorbit bintangnya dengan ketepatan yang memungkinkan para ilmuwan memprediksi gerhana hingga ratusan tahun ke depan. Konstanta fisika seperti kecepatan cahaya, konstanta gravitasi, dan konstanta Planck memiliki nilai yang "diatur" dengan sangat halus. Perubahan sekecil apa pun pada nilai-nilai ini akan membuat kehidupan—bahkan eksistensi materi seperti yang kita kenal—menjadi mustahil. Keteraturan dan presisi yang luar biasa ini menunjukkan adanya Pengetahuan yang Maha Teliti (Al-Khabir) yang merancang, menciptakan, dan memelihara semua ini.
Kompleksitas Makhluk Hidup
Lihatlah ke dalam diri kita sendiri. Tubuh manusia adalah sebuah keajaiban rekayasa yang tak tertandingi. Miliaran sel bekerja sama dalam harmoni yang sempurna. Sistem saraf mengirimkan sinyal dengan kecepatan kilat, sistem kekebalan tubuh mengenali dan melawan jutaan penyerbu asing, dan otak manusia mampu memproses informasi, merasakan emosi, dan merenungkan keberadaannya sendiri.
Setiap helai DNA di dalam sel kita berisi perpustakaan informasi yang sangat padat, memuat cetak biru untuk membangun dan memelihara seluruh organisme. Bagaimana semua instruksi ini ditulis dan dijalankan dengan begitu sempurna? Ini adalah bukti nyata dari ilmu Al-Khabir yang mengetahui setiap detail biologis dan kimiawi yang diperlukan untuk kehidupan. Dia mengetahui fungsi setiap protein, peran setiap gen, dan interaksi setiap sel.
Keseimbangan Ekosistem yang Rumit
Di alam liar, kita melihat jaringan kehidupan yang saling terkait dan saling bergantung. Rantai makanan, siklus air, siklus karbon, dan peran dekomposer seperti bakteri dan jamur, semuanya bekerja bersama untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Lebah yang menyerbuki bunga, cacing yang menyuburkan tanah, pohon yang menghasilkan oksigen—semua memiliki peran spesifik yang telah ditentukan. Keseimbangan ini seringkali sangat rapuh dan kompleks. Pengetahuan yang merancang sistem yang saling mengunci dan mandiri ini haruslah pengetahuan yang Maha Teliti, yang mengetahui kebutuhan setiap makhluk dan dampak setiap interaksi. Inilah jejak tangan Al-Khabir.
Meneladani Sifat Al-Khabir dalam Kehidupan Sehari-hari
Tujuan utama mengenal Asmaul Husna adalah untuk menginternalisasikannya ke dalam karakter dan perilaku kita. Menghayati nama Al-Khabir akan melahirkan buah-buah akhlak yang mulia dan ketenangan jiwa yang mendalam.
Meningkatkan Kualitas Ibadah Menuju Ihsan
- Melahirkan Ikhlas: Kesadaran bahwa Al-Khabir mengetahui niat tersembunyi di balik setiap amalan adalah obat paling mujarab untuk penyakit riya' (pamer) dan sum'ah (ingin didengar). Untuk apa mencari pujian manusia jika Allah, yang penilaian-Nya adalah satu-satunya yang berarti, mengetahui ketidakjujuran di dalam hati? Keyakinan ini mendorong kita untuk memurnikan niat semata-mata karena Allah dalam setiap ibadah, baik shalat, sedekah, maupun menolong sesama.
- Mencapai Khusyu' dalam Shalat: Ketika berdiri shalat, sadarilah bahwa Al-Khabir tidak hanya melihat gerakan fisik kita, tetapi juga mengetahui setiap pikiran yang melintas di benak kita. Kesadaran ini membantu kita untuk lebih fokus, menghadirkan hati, dan berusaha memahami setiap bacaan yang kita ucapkan. Shalat bukan lagi sekadar rutinitas, melainkan sebuah dialog intim dengan Dzat yang mengetahui kita lebih dari diri kita sendiri.
Membangun Integritas dan Akhlak yang Kokoh
- Jujur dalam Kesendirian: Integritas sejati diuji bukan saat kita diawasi oleh orang lain, tetapi saat kita sendirian. Keyakinan pada Al-Khabir membangun kejujuran internal. Kita akan menahan diri dari berbuat curang, mengambil yang bukan hak kita, atau berbicara bohong, bahkan ketika tidak ada satu pun manusia yang akan mengetahuinya, karena kita tahu Al-Khabir Maha Waspada.
- Menjauhi Prasangka Buruk (Su'udzon): Kita seringkali mudah menghakimi orang lain berdasarkan penampilan atau tindakan luarnya. Namun, Al-Khabir mengajarkan kita kerendahan hati. Kita tidak pernah tahu niat, perjuangan, atau alasan tersembunyi di balik tindakan seseorang. Hanya Allah yang Maha Teliti atas isi hati mereka. Ini mendorong kita untuk ber-husnudzon (berbaik sangka) dan lebih berhati-hati dalam menilai orang lain.
- Profesional dan Teliti dalam Bekerja: Meneladani Al-Khabir berarti berusaha untuk menjadi "ahli" dan teliti dalam bidang yang kita tekuni. Seorang Muslim yang menghayati nama ini akan bekerja dengan sungguh-sungguh, tidak asal-asalan, dan memperhatikan detail. Ia melakukannya bukan hanya karena atasan atau klien, tetapi karena ia sadar bahwa Allah mencintai hamba yang jika mengerjakan sesuatu, ia mengerjakannya dengan itqan (profesional dan sempurna).
Menemukan Ketenangan dan Tawakal yang Hakiki
- Obat Saat Difitnah atau Dizalimi: Dunia ini penuh dengan ketidakadilan. Terkadang kita difitnah, disalahpahami, atau hak kita dirampas. Dalam situasi seperti itu, hati bisa terasa sesak dan marah. Namun, mengingat Al-Khabir membawa ketenangan luar biasa. Manusia boleh salah menilai, tetapi Allah mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Keyakinan bahwa Al-Khabir mengetahui detail kejadian dan akan memberikan keadilan yang sempurna, entah di dunia atau di akhirat, adalah sumber kekuatan dan kesabaran.
- Keyakinan Saat Berdoa: Ketika berdoa, terkadang kita sulit merangkai kata untuk mengungkapkan seluruh isi hati kita. Kita mungkin merasa cemas, bingung, dan putus asa. Ingatlah bahwa Al-Khabir mengetahui kebutuhan kita bahkan sebelum kita mengucapkannya. Dia mengetahui rasa sakit yang tidak bisa kita deskripsikan, harapan yang tidak berani kita utarakan. Berdoalah dengan keyakinan penuh bahwa kita sedang berbicara kepada Dzat yang memahami kita secara total.
- Menghadapi Masa Depan dengan Tawakal: Ketidakpastian akan masa depan seringkali menjadi sumber kecemasan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok. Namun, Al-Khabir mengetahui setiap skenario, setiap kemungkinan, dan setiap takdir yang telah Dia tetapkan. Menyerahkan urusan kepada-Nya setelah berusaha maksimal adalah puncak tawakal. Kita tenang karena kita percaya bahwa Dzat yang ilmunya Maha Teliti sedang mengatur urusan kita dengan cara yang terbaik, meskipun kita belum memahaminya.
Mendorong Introspeksi Diri (Muhasabah)
Menyadari bahwa Allah adalah Al-Khabir membuat kita lebih sering bercermin dan memeriksa diri sendiri. Kita menjadi lebih peka terhadap penyakit-penyakit hati yang tersembunyi seperti iri, dengki, sombong, atau cinta dunia yang berlebihan. Sebelum dihisab oleh Allah di hari kiamat, kita berusaha menghisab diri sendiri setiap hari. "Apa niatku melakukan ini tadi? Apakah ada secuil kesombongan dalam hatiku? Apakah aku benar-benar tulus?" Pertanyaan-pertanyaan ini adalah buah dari kesadaran akan pengawasan Al-Khabir.
Kesimpulan: Hidup di Bawah Naungan Al-Khabir
Al-Khabir bukanlah sekadar nama untuk dihafal, melainkan sebuah konsep hidup yang transformatif. Ia adalah Dzat yang pengetahuan-Nya menembus setiap lapisan realitas, dari yang tampak hingga yang paling tersembunyi. Ilmu-Nya detail, teliti, dan absolut. Dia mengetahui kebenaran di balik setiap kepalsuan, ketulusan di balik setiap tindakan, dan hikmah di balik setiap peristiwa.
Merenungi nama Al-Khabir membawa kita pada kesadaran mendalam akan pengawasan ilahi yang tak pernah berhenti. Kesadaran ini, jika dihayati dengan benar, akan membuahkan akhlak termulia: ikhlas dalam beribadah, integritas dalam kesendirian, kehati-hatian dalam berprasangka, dan profesionalisme dalam bekerja. Lebih dari itu, ia adalah sumber ketenangan abadi. Dalam suka dan duka, dalam keadilan dan kezaliman, dalam kepastian dan keraguan, kita merasa aman karena kita tahu bahwa urusan kita berada di tangan Dzat yang Maha Teliti, yang tidak pernah salah, lupa, ataupun lalai.
Semoga dengan memahami dan meresapi makna Al-Khabir, kita dapat menjalani hidup dengan tingkat kesadaran yang lebih tinggi, menjadikan setiap langkah, kata, dan niat kita sebagai persembahan terbaik kepada-Nya, Dzat yang Maha Mengetahui segala rahasia hati.