Mengenal Nama Bulan Masehi dalam Bahasa Arab
Kalender Gregorian, atau yang lebih dikenal di Indonesia sebagai Kalender Masehi, adalah sistem penanggalan yang paling umum digunakan di seluruh dunia untuk keperluan sipil. Namun, ketika kita menjelajahi dunia Arab, kita akan menemukan bahwa penyebutan nama-nama bulan dalam kalender ini memiliki keunikan tersendiri. Bahasa Arab, dengan kekayaan sejarah dan dialeknya, mengadopsi nama-nama bulan Masehi dengan dua sistem utama yang berbeda, yang merefleksikan pengaruh sejarah Romawi dan tradisi Semit kuno di wilayah tersebut.
Memahami bulan Masehi dalam bahasa Arab bukan hanya sekadar menghafal kosakata baru, melainkan juga membuka jendela untuk melihat jejak peradaban, interaksi budaya, dan akar linguistik yang mendalam. Artikel ini akan mengupas tuntas kedua sistem penamaan tersebut, merinci asal-usul setiap nama bulan, dan menelusuri sejarah kalender yang kita gunakan hingga saat ini.
Dua Sistem Penamaan Utama di Dunia Arab
Secara garis besar, terdapat dua set nama yang digunakan untuk bulan-bulan Masehi di negara-negara berbahasa Arab. Perbedaan ini umumnya berbasis geografis:
- Sistem Internasional (Berdasarkan Latin/Prancis): Sistem ini menggunakan nama-nama yang diadaptasi dari bahasa Latin, yang juga menjadi akar dari nama bulan dalam bahasa Inggris, Prancis, dan Indonesia. Sistem ini umum digunakan di negara-negara Mesir, Sudan, dan sebagian besar kawasan Teluk Persia (Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, dll.) serta negara-negara Maghreb (Libya, Tunisia, Aljazair, Maroko).
- Sistem Syam (Berdasarkan Aram/Suryani): Sistem ini menggunakan nama-nama yang berasal dari bahasa Aramaik (Suryani), bahasa Semit kuno yang pernah dominan di wilayah Bulan Sabit Subur. Nama-nama ini masih dipertahankan dan digunakan secara resmi di negara-negara Levant atau Syam, seperti Suriah, Lebanon, Yordania, Palestina, dan Irak.
Meskipun berbeda, kedua sistem ini sama-sama valid dan dipahami secara luas di seluruh dunia Arab, terutama di kalangan terpelajar dan media massa. Berikut adalah tabel perbandingan kedua sistem tersebut.
| Bulan | Nama Internasional (Arab) | Transliterasi | Nama Syam (Arab) | Transliterasi |
|---|---|---|---|---|
| Januari | يناير | Yanāyir | كانون الثاني | Kānūn ath-Thānī |
| Februari | فبراير | Fibrāyir | شباط | Shubāṭ |
| Maret | مارس | Mārs | آذار | Ādhār |
| April | أبريل | Abrīl | نيسان | Nīsān |
| Mei | مايو | Māyū | أيار | Ayyār |
| Juni | يونيو | Yūniyū | حزيران | Ḥazīrān |
| Juli | يوليو | Yūliyū | تموز | Tammūz |
| Agustus | أغسطس | Aghusṭus | آب | Āb |
| September | سبتمبر | Sibtambir | أيلول | Aylūl |
| Oktober | أكتوبر | Uktūbir | تشرين الأول | Tishrīn al-Awwal |
| November | نوفمبر | Nūfambir | تشرين الثاني | Tishrīn ath-Thānī |
| Desember | ديسمبر | Dīsambir | كانون الأول | Kānūn al-Awwal |
Penjelasan Mendalam Setiap Bulan
Mari kita selami makna dan asal-usul di balik setiap nama bulan, baik dari tradisi Latin maupun Suryani, untuk memahami kekayaan sejarah yang terkandung di dalamnya.
1. Januari: Bulan Gerbang Dua Wajah
يناير (Yanāyir) / كانون الثاني (Kānūn ath-Thānī)
Yanāyir berasal dari nama Latin Ianuarius, yang didedikasikan untuk Janus, dewa gerbang, permulaan, dan transisi dalam mitologi Romawi. Janus sering digambarkan memiliki dua wajah, satu menatap ke masa lalu dan satu lagi menatap ke masa depan. Ini melambangkan posisi Januari sebagai bulan pertama yang "membuka" gerbang tahun baru sambil merefleksikan tahun yang telah berlalu. Penempatan Januari sebagai awal tahun adalah bagian dari reformasi kalender Romawi.
Kānūn ath-Thānī berarti "Kanun Kedua". Nama Kānūn berasal dari bahasa Suryani yang kemungkinan merujuk pada tungku atau perapian, mengisyaratkan cuaca dingin yang menusuk pada musim dingin di wilayah Levant. Karena Desember adalah "Kanun Pertama", maka Januari secara logis menjadi "Kanun Kedua".
2. Februari: Bulan Penyucian
فبراير (Fibrāyir) / شباط (Shubāṭ)
Fibrāyir adalah arabisasi dari kata Latin Februarius. Nama ini berasal dari Februa, sebuah festival penyucian Romawi kuno yang diadakan pada pertengahan bulan ini. Festival ini melibatkan ritual-ritual untuk menebus dosa dan membersihkan kota, mempersiapkan diri untuk musim semi yang akan datang. Februari adalah bulan terakhir dalam kalender Romawi kuno sebelum reformasi.
Shubāṭ, dari bahasa Suryani, diyakini berasal dari kata yang berarti "memukul" atau "mencambuk". Ini kemungkinan besar merujuk pada angin kencang dan hujan deras yang sering terjadi di wilayah Bulan Sabit Subur selama periode ini, seolah-olah alam sedang "dicambuk" oleh badai musim dingin.
3. Maret: Bulan Sang Dewa Perang
مارس (Mārs) / آذار (Ādhār)
Mārs diambil dari kata Latin Martius, yang dipersembahkan untuk Mars, dewa perang Romawi. Dalam kalender Romawi tertua yang hanya terdiri dari sepuluh bulan, Maret adalah bulan pertama. Ini adalah waktu ketika musim dingin berakhir dan para prajurit Romawi bersiap untuk memulai kampanye militer baru. Nama ini mencerminkan pentingnya kekuatan militer dalam peradaban Romawi.
Ādhār memiliki akar dari bahasa Akkadia dan Babilonia. Nama ini terkait dengan musim semi dan sering dihubungkan dengan dewa-dewa cuaca dan pertanian. Di banyak budaya Timur Tengah kuno, bulan ini menandai awal dari kehidupan baru setelah musim dingin yang panjang.
4. April: Bulan Kuncup Mekar
أبريل (Abrīl) / نيسان (Nīsān)
Abrīl berasal dari bahasa Latin Aprilis. Etimologinya tidak sepenuhnya pasti, tetapi teori yang paling populer menghubungkannya dengan kata kerja Latin aperire, yang berarti "membuka". Ini adalah referensi yang puitis untuk musim semi, di mana kuncup-kuncup bunga dan daun mulai "terbuka" dan mekar.
Nīsān adalah nama yang sangat kuno, berasal dari kalender Babilonia, dari kata Akkadia Nisanu. Ini adalah bulan pertama dalam kalender Babilonia, menandai titik balik musim semi (vernal equinox) dan dimulainya tahun baru agraris. Nama ini masih digunakan dalam bahasa Ibrani dan Turki dengan arti yang sama.
5. Mei: Bulan Pertumbuhan
مايو (Māyū) / أيار (Ayyār)
Māyū berasal dari kata Latin Maius, yang dinamai untuk menghormati Maia, seorang dewi pertumbuhan dan kesuburan dalam mitologi Yunani-Romawi. Maia diidentikkan dengan Bona Dea dari Romawi, dewi kesuburan bumi. Bulan ini secara tradisional dikaitkan dengan mekarnya alam secara penuh.
Ayyār, dari bahasa Suryani, juga memiliki konotasi yang serupa. Kata ini berarti "cahaya", "mekar", atau "berkembang", yang dengan sempurna menggambarkan kondisi alam di wilayah Levant pada puncak musim semi, saat segalanya cerah dan subur.
6. Juni: Bulan Ratu Para Dewa
يونيو (Yūniyū) / حزيران (Ḥazīrān)
Yūniyū adalah arabisasi dari Iunius dalam bahasa Latin. Bulan ini dinamai untuk menghormati Juno, istri dari Jupiter dan dianggap sebagai ratu para dewa dalam panteon Romawi. Juno adalah dewi pernikahan, keluarga, dan persalinan, sehingga Juni secara tradisional dianggap sebagai waktu yang baik untuk menikah.
Ḥazīrān adalah nama Suryani yang mungkin berasal dari kata yang berarti "gandum" atau "panen". Ini menandai awal musim panas ketika panen gandum dimulai di banyak bagian Timur Tengah.
7. Juli: Bulan Sang Kaisar
يوليو (Yūliyū) / تموز (Tammūz)
Yūliyū berasal dari Iulius, nama yang diberikan untuk menghormati Julius Caesar, negarawan Romawi yang mereformasi kalender. Sebelum dinamai ulang, bulan ini dikenal sebagai Quintilis, yang berarti "bulan kelima" dalam kalender Romawi kuno yang dimulai pada bulan Maret. Perubahan nama ini adalah penghargaan atas kontribusinya yang monumental.
Tammūz memiliki akar yang jauh lebih tua, berasal dari nama dewa kesuburan Mesopotamia, Tammuz (atau Dumuzi dalam bahasa Sumeria). Tammuz adalah dewa yang kematian dan kebangkitannya melambangkan siklus musim, kematian tanaman di musim panas yang terik, dan kelahirannya kembali di musim semi.
8. Agustus: Bulan Sang Augustus
أغسطس (Aghusṭus) / آب (Āb)
Aghusṭus berasal dari Augustus, nama yang dianugerahkan kepada Kaisar Augustus, kaisar Romawi pertama dan keponakan Julius Caesar. Sebelumnya, bulan ini disebut Sextilis ("bulan keenam"). Senat Romawi mengganti namanya untuk menghormati Augustus, menyamakannya dengan penghormatan yang diberikan kepada Julius Caesar.
Āb adalah nama Suryani yang kemungkinan besar berarti "buah" atau merujuk pada "ayah" panas, menandakan puncak musim panas yang kering dan panas di mana banyak buah-buahan matang.
9. September: Bulan Ketujuh yang Menjadi Kesembilan
سبتمبر (Sibtambir) / أيلول (Aylūl)
Sibtambir berasal dari kata Latin September, yang secara harfiah berarti "bulan ketujuh" (dari kata septem yang berarti tujuh). Ini adalah sisa dari kalender Romawi kuno yang memulai tahunnya pada bulan Maret. Meskipun posisinya bergeser menjadi bulan kesembilan setelah Januari dan Februari ditambahkan, namanya yang berdasarkan angka tetap tidak berubah.
Aylūl, dari bahasa Suryani, sering diartikan sebagai "ratapan". Ini bisa merujuk pada akhir musim panen dan persiapan untuk musim dingin yang akan datang. Dalam tradisi Babilonia, bulan ini adalah waktu untuk introspeksi dan penebusan.
10. Oktober: Bulan Kedelapan
أكتوبر (Uktūbir) / تشرين الأول (Tishrīn al-Awwal)
Uktūbir, seperti September, mempertahankan nama numerik Latinnya. Berasal dari October (dari kata octo yang berarti delapan), bulan ini adalah bulan kedelapan dalam kalender Romawi awal. Sekarang, ia menempati posisi kesepuluh.
Tishrīn al-Awwal berarti "Tishrin Pertama". Kata Tishrīn dalam bahasa Suryani kemungkinan berarti "permulaan", merujuk pada dimulainya musim gugur dan musim tanam baru untuk tanaman musim dingin setelah hujan pertama turun.
11. November: Bulan Kesembilan
نوفمبر (Nūfambir) / تشرين الثاني (Tishrīn ath-Thānī)
Nūfambir berasal dari kata Latin November (dari kata novem yang berarti sembilan), yang menandainya sebagai bulan kesembilan dalam kalender Romawi kuno. Kini, ia menjadi bulan kesebelas.
Tishrīn ath-Thānī secara logis mengikuti bulan sebelumnya, yang berarti "Tishrin Kedua". Ini adalah kelanjutan dari musim gugur di wilayah Levant.
12. Desember: Bulan Kesepuluh
ديسمبر (Dīsambir) / كانون الأول (Kānūn al-Awwal)
Dīsambir berasal dari kata Latin December (dari kata decem yang berarti sepuluh), bulan kesepuluh dan terakhir dalam kalender Romawi kuno. Namanya tetap bertahan meskipun sekarang menjadi bulan kedua belas.
Kānūn al-Awwal berarti "Kanun Pertama". Seperti yang telah dijelaskan, Kānūn merujuk pada periode dingin, dan Desember adalah bulan pertama dari dua bulan "Kanun" yang menandai puncak musim dingin di Syam.
Jejak Sejarah dalam Selembar Kalender
Perbedaan nama-nama bulan ini bukanlah sekadar variasi linguistik, melainkan cerminan dari sejarah panjang yang membentuk kalender modern. Kalender yang kita gunakan saat ini adalah hasil dari evolusi dan reformasi selama ribuan tahun.
Kalender adalah cara manusia untuk memaksakan keteraturan pada waktu, sebuah upaya untuk menyelaraskan ritme kehidupan sosial dengan siklus kosmik yang agung.
Dari Kalender Romawi ke Gregorian
Awalnya, kalender Romawi hanya memiliki 10 bulan, dimulai dari Maret dan berakhir pada Desember. Ini meninggalkan celah sekitar 60 hari di musim dingin yang tidak memiliki nama bulan. Raja Numa Pompilius kemudian dikatakan telah menambahkan Ianuarius dan Februarius untuk mengisi kekosongan ini, menciptakan kalender 12 bulan.
Namun, kalender ini masih belum sempurna dan seringkali tidak sinkron dengan musim. Masalah ini diatasi oleh Julius Caesar dengan reformasi Kalender Julian. Kalender Julian memperkenalkan konsep tahun kabisat setiap empat tahun untuk menyelaraskan kalender dengan tahun matahari yang sebenarnya (sekitar 365,25 hari). Sistem inilah yang menyebar ke seluruh Kekaisaran Romawi dan provinsi-provinsinya, termasuk Mesir dan Afrika Utara, yang menjadi cikal bakal penggunaan nama-nama bulan Latin di wilayah tersebut.
Berabad-abad kemudian, ditemukan bahwa Kalender Julian sedikit kurang akurat—tahun matahari sebenarnya sedikit lebih pendek dari 365,25 hari. Akumulasi kesalahan ini menyebabkan pergeseran tanggal musim. Untuk memperbaikinya, Paus Gregorius XIII memperkenalkan Kalender Gregorian. Kalender ini menyempurnakan aturan tahun kabisat: sebuah tahun adalah tahun kabisat jika habis dibagi empat, kecuali untuk tahun yang habis dibagi 100 tetapi tidak habis dibagi 400. Reformasi inilah yang menghasilkan kalender yang kita gunakan secara global saat ini.
Warisan Suryani di Tanah Syam
Sementara itu, di wilayah Levant (Syam), pengaruh Kekaisaran Romawi berpadu dengan tradisi lokal yang lebih tua. Bahasa Aramaik, dan dialeknya, Suryani, adalah bahasa lingua franca di wilayah tersebut selama berabad-abad, bahkan selama periode Helenistik dan Romawi. Bahasa Suryani memiliki sistem penanggalannya sendiri yang berakar pada kalender Babilonia kuno. Nama-nama seperti Nīsān, Tammūz, dan Aylūl adalah warisan langsung dari peradaban Mesopotamia.
Ketika Kekristenan menyebar di wilayah ini, gereja-gereja Suryani mempertahankan nama-nama bulan kuno ini dalam liturgi dan kehidupan sehari-hari. Seiring waktu, bahkan setelah penaklukan Arab dan penyebaran bahasa Arab, nama-nama bulan Suryani ini tetap bertahan dan diadopsi ke dalam dialek Arab Levant. Inilah sebabnya mengapa hingga hari ini, negara-negara seperti Suriah, Lebanon, dan Irak menggunakan sistem penamaan yang berbeda dari Mesir atau Arab Saudi.
Kesimpulan: Sebuah Mosaik Budaya
Mempelajari bulan Masehi dalam bahasa Arab membawa kita pada sebuah perjalanan yang melintasi zaman dan peradaban. Dua sistem penamaan yang ada—satu berakar pada kemegahan Romawi dan yang lain pada tradisi kuno Mesopotamia—menunjukkan bagaimana dunia Arab modern adalah sebuah mosaik budaya yang kaya. Ini adalah bukti hidup bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga arsip sejarah yang menyimpan jejak dewa-dewa kuno, kaisar-kaisar perkasa, dan ritme alam yang telah membimbing manusia selama ribuan tahun. Baik itu Yanāyir atau Kānūn ath-Thānī, setiap nama menceritakan sebuah kisah unik tentang bagaimana manusia memahami dan menata waktu.