Hukum Arisan Kurban: Tinjauan Fiqih dan Praktik

Kurban & Kesepakatan

Ilustrasi: Keseimbangan antara kesepakatan arisan dan tuntutan ibadah kurban.

Ibadah kurban merupakan ritual tahunan yang sangat dianjurkan dalam Islam, dilaksanakan pada Hari Raya Idul Adha. Di tengah masyarakat, seringkali muncul mekanisme pengumpulan dana untuk memudahkan pelaksanaan kurban, salah satunya melalui skema arisan. Arisan kurban adalah sebuah kesepakatan kelompok untuk mengumpulkan dana secara berkala, di mana pada setiap periode tertentu, satu atau beberapa anggota akan menerima total uang kas untuk digunakan membeli hewan kurban.

Dasar Hukum Arisan Kurban

Permasalahan hukum mengenai arisan kurban berada pada persimpangan antara praktik muamalah (perdata) dan ibadah mahdhah (kurban). Secara umum, hukum arisan kurban harus ditinjau berdasarkan dua aspek utama: keabsahan praktik arisan itu sendiri dan implikasinya terhadap sah atau tidaknya kurban yang dibeli menggunakan dana tersebut.

1. Hukum Arisan (Ta'awun)

Arisan, pada dasarnya, termasuk dalam kategori ta'awun (saling tolong-menolong) dalam bentuk pinjaman bergulir (qardh). Dalam banyak pandangan fiqih kontemporer, arisan diperbolehkan selama tidak mengandung unsur riba (bunga) dan unsur gharar (ketidakpastian yang berlebihan) yang dapat merusak akad.

Masalah utama muncul jika arisan dikaitkan dengan unsur keuntungan selain dari pokok simpanan. Jika arisan hanya murni pengumpulan dana tanpa tambahan apapun, mayoritas ulama memandang ia sah sebagai bentuk kesepakatan sosial. Namun, jika ada elemen pemaksaan atau penambahan uang di luar setoran pokok (yang menjadikannya mirip skema utang berbunga), maka arisan tersebut menjadi haram karena mengandung riba.

2. Kaitan dengan Ibadah Kurban

Ibadah kurban mensyaratkan kepemilikan penuh atas hewan kurban atau dana yang digunakan saat waktu penyembelihan. Dalam konteks arisan kurban, uang yang diterima anggota yang mendapatkan giliran harus benar-benar menjadi miliknya secara utuh ketika ia melaksanakan kurban.

Jika skema arisan berjalan lancar dan uang yang diterima anggota adalah uangnya sendiri (hasil akumulasi setoran), maka kurban yang dilaksanakan menggunakan dana tersebut secara hukum tetap sah, sebab syarat kepemilikan terpenuhi. Syarat kurban adalah penyembelihan dilakukan dengan harta yang halal dan kepemilikan yang sah saat proses ibadah berlangsung.

Pandangan Ulama Mengenai Praktik Arisan Kurban

Terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama kontemporer mengenai kebolehan arisan kurban, terutama terkait potensi adanya unsur ketidakpastian yang berpotensi merugikan peserta lain jika jatuh tempo kurban tiba di tengah periode arisan.

Implikasi Jika Arisan Gagal atau Tidak Sesuai Jadwal

Salah satu risiko terbesar dalam arisan kurban adalah ketika anggota yang seharusnya membayar kurban di tahun tertentu tidak mampu membayar, atau arisan bubar sebelum gilirannya tiba.

Jika seorang anggota menerima dana arisan tetapi gagal menyembelih kurban pada Idul Adha di tahun tersebut (misalnya karena dana hilang atau ia berubah pikiran), maka kurban tersebut batal dan uang harus dikembalikan kepada kelompok atau dialihkan untuk tujuan lain yang disepakati, namun ia tetap wajib mengqada' (mengganti) kurban di waktu lain jika ia mampu dan masih memiliki kewajiban tersebut.

Oleh karena itu, mayoritas badan fatwa merekomendasikan bahwa jika ingin melaksanakan kurban bersama, skema yang lebih aman adalah patungan (syirkah) murni untuk membeli satu ekor sapi, di mana semua orang menyetorkan uangnya di awal dan sapi disembelih pada waktu yang telah ditentukan, bukan melalui sistem pengundian berulang seperti arisan.

Kesimpulan

Hukum arisan kurban pada dasarnya tidak secara langsung mengharamkan ibadah kurban itu sendiri, asalkan skema arisan yang digunakan terbebas dari unsur riba dan gharar. Jika arisan hanya berfungsi sebagai metode pengumpulan dana yang jujur dan amanah, kurban yang dibeli dengan dana tersebut tetap sah secara fiqih karena harta tersebut telah menjadi milik penuh anggota yang mengambil giliran. Namun, karena risiko ketidakpastian yang melekat pada arisan, banyak rujukan fiqih menyarankan untuk memilih metode patungan (syirkah) yang lebih pasti dan lebih sesuai dengan semangat ketulusan dalam beribadah kurban.

🏠 Homepage