Bajaj Pulsar sempat menjadi fenomena di pasar sepeda motor Indonesia, dikenal karena performa mesin yang bertenaga di kelasnya dan desain yang agresif pada masanya. Namun, seperti setiap produk otomotif, Pulsar juga memiliki serangkaian kelemahan yang perlu dipertimbangkan oleh calon pembeli atau pengguna setia. Memahami kekurangan ini sangat penting untuk ekspektasi penggunaan jangka panjang.
Salah satu kritik paling umum yang sering dilontarkan mengenai motor-motor Bajaj, termasuk Pulsar, adalah isu mengenai kualitas material dan daya tahan komponen. Meskipun mesinnya dikenal bandel, beberapa pengguna melaporkan bahwa komponen eksternal seperti plastik bodi, baut, dan sistem kelistrikan seringkali mengalami penurunan kualitas atau keausan lebih cepat dibandingkan kompetitor Jepang di segmen yang sama. Getaran mesin yang cenderung lebih terasa pada beberapa generasi Pulsar juga bisa memperburuk longgarnya sambungan bodi seiring waktu.
Meskipun Bajaj pernah cukup kuat, seiring perubahan strategi pasar dan fokus merek lain, jaringan purna jual (after-sales service) menjadi tantangan signifikan. Di banyak daerah, menemukan bengkel resmi yang memiliki spesialisasi penuh pada motor Pulsar menjadi sulit. Selain itu, ketersediaan suku cadang orisinal, terutama untuk model-model yang sudah lama beredar, seringkali menjadi kendala. Hal ini memaksa pemilik untuk mencari suku cadang substitusi (aftermarket) yang kualitasnya belum tentu setara.
Ketika Pulsar pertama kali populer, teknologinya dianggap revolusioner. Namun, persaingan yang ketat membuat pembaruan teknologi menjadi lambat di beberapa aspek. Misalnya, pada generasi awal, penggunaan sistem pendingin udara versus pendingin cairan (yang lebih efisien untuk performa tinggi) menjadi pembeda. Selain itu, desain Pulsar seringkali dianggap kurang fleksibel atau cepat ketinggalan zaman dibandingkan evolusi desain motor sport dan naked bike dari pabrikan lain yang lebih agresif mengikuti tren pasar lokal.
Dikenal karena tenaga dan torsinya yang besar pada putaran bawah hingga menengah, beberapa varian Pulsar, terutama yang berkapasitas mesin lebih besar, cenderung memiliki konsumsi bahan bakar yang kurang irit jika dibandingkan dengan motor sekelas dari pabrikan lain yang mengedepankan efisiensi murni untuk penggunaan harian. Meskipun teknologi DTS-i (Digital Twin Spark Ignition) dirancang untuk efisiensi, bobot motor dan setelan mesin yang cenderung sporty seringkali menarik lebih banyak bensin.
Beberapa model Pulsar, terutama varian full-faired seperti Pulsar 220F, memiliki bobot yang relatif berat untuk ukuran motor sport entry-level. Bobot ini terkadang membuat manuver di kemacetan perkotaan atau saat parkir menjadi kurang lincah dibandingkan motor dengan bobot yang lebih ringan. Meskipun stabilitas di kecepatan tinggi cukup baik karena bobot tersebut, kelincahan di kecepatan rendah menjadi area yang perlu dikorbankan.
Secara keseluruhan, Bajaj Pulsar menawarkan nilai performa yang menarik pada titik harga yang kompetitif, namun calon pemilik harus siap menghadapi tantangan dalam hal perawatan suku cadang dan kenyamanan jangka panjang akibat beberapa kelemahan desain dan material yang telah disebutkan.