Memahami 3 Asas Preferensi Hukum di Indonesia

Dalam sistem hukum Indonesia yang kompleks, terdapat prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman dalam penyelesaian konflik norma hukum. Prinsip-prinsip ini dikenal sebagai asas preferensi hukum, yang menentukan mana yang harus diutamakan apabila terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur hal yang sama atau serupa. Pemahaman terhadap asas-asas ini sangat krusial bagi para praktisi hukum, pembuat kebijakan, hingga masyarakat umum untuk memastikan kepastian hukum dan keadilan dalam setiap penyelesaian permasalahan. Secara umum, dikenal tiga asas utama dalam preferensi hukum, yaitu asas lex specialis derogat legi generali, asas lex posterior derogat legi priori, dan asas lex superior derogat legi inferiori.

3 Asas Preferensi Hukum Lex Specialis, Lex Posterior, Lex Superior LEX SPECIALIS LEX POSTERIOR LEX SUPERIOR

Ilustrasi visualisasi 3 asas preferensi hukum.

1. Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali

Asas ini merupakan salah satu prinsip fundamental dalam ilmu hukum yang berasal dari bahasa Latin. Secara harfiah, asas ini berarti "undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum." Penerapan asas ini berarti bahwa jika terdapat dua peraturan perundang-undangan yang mengatur subjek yang sama, namun salah satunya memiliki cakupan yang lebih spesifik (khusus) dan yang lainnya memiliki cakupan yang lebih luas (umum), maka peraturan yang bersifat khusus tersebut yang akan diutamakan dan diterapkan.

Contoh konkret dalam penerapannya dapat dilihat ketika terdapat sebuah undang-undang umum yang mengatur tentang pidana, namun ada undang-undang lain yang lebih spesifik mengatur tindak pidana tertentu, misalnya Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika ada suatu perbuatan yang termasuk dalam kategori tindak pidana korupsi, maka yang berlaku adalah ketentuan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana secara umum, karena undang-undang korupsi bersifat lebih khusus. Asas ini memastikan bahwa hukum yang paling relevan dan detail dengan suatu permasalahanlah yang menjadi acuan utama.

2. Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori

Asas lex posterior derogat legi priori memiliki arti "undang-undang yang baru mengesampingkan undang-undang yang lama." Prinsip ini menegaskan bahwa jika ada dua peraturan perundang-undangan yang mengatur hal yang sama atau bertentangan, dan keduanya memiliki kedudukan hukum yang setara, maka peraturan yang dibuat kemudian atau yang lebih baru dianggap mencabut atau menggantikan peraturan yang lebih lama.

Logika di balik asas ini adalah bahwa pembuat undang-undang, ketika membuat peraturan baru, tentu mempertimbangkan dan mengubah peraturan sebelumnya yang mungkin sudah tidak relevan atau tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Peraturan yang baru dibuat mencerminkan kehendak legislatif yang terkini. Sebagai contoh, jika ada suatu ketentuan dalam peraturan pemerintah lama mengenai suatu kebijakan ekonomi, kemudian pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah yang baru dengan isi yang berbeda mengenai kebijakan yang sama, maka peraturan yang baru inilah yang berlaku. Asas ini sangat penting untuk menjaga kekinian dan efektivitas hukum dalam merespons perubahan sosial dan ekonomi.

3. Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori

Asas terakhir dalam preferensi hukum adalah lex superior derogat legi inferiori, yang berarti "undang-undang yang berkedudukan lebih tinggi mengesampingkan undang-undang yang berkedudukan lebih rendah." Asas ini beroperasi berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara. Di Indonesia, hierarki ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022.

Menurut hierarki tersebut, peraturan yang berada di tingkat lebih tinggi memiliki kekuatan hukum yang lebih mengikat dibandingkan peraturan di tingkat yang lebih rendah. Jika ada ketentuan dalam peraturan yang kedudukannya lebih rendah yang bertentangan dengan peraturan yang kedudukannya lebih tinggi, maka ketentuan dalam peraturan yang lebih rendah tersebut dinyatakan batal atau tidak berlaku. Contohnya, jika suatu peraturan daerah (Perda) bertentangan dengan Undang-Undang yang berlaku, maka Perda tersebut tidak dapat diterapkan dan harus tunduk pada ketentuan Undang-Undang. Asas ini menjamin konsistensi dan keselarasan sistem hukum secara keseluruhan, memastikan bahwa seluruh produk hukum selaras dengan konstitusi dan undang-undang dasar.

Ketiga asas preferensi hukum ini saling melengkapi dalam membentuk kerangka kerja penyelesaian konflik norma hukum di Indonesia. Dengan memahami dan menerapkan asas-asas ini secara tepat, diharapkan dapat tercipta kepastian hukum, keadilan, dan ketertiban dalam masyarakat. Keberadaan asas-asas ini menjadi pondasi penting bagi penegakan hukum yang efektif dan sistem perundang-undangan yang tertata.

🏠 Homepage