Ilustrasi ikon dokumen dan segel yang melambangkan perjanjian.
Perjanjian internasional merupakan tulang punggung hubungan antarnegara di dunia modern. Ia berfungsi sebagai instrumen hukum yang mengikat negara-negara untuk mengatur berbagai aspek kerja sama, mulai dari perdagangan, keamanan, hingga perlindungan lingkungan. Agar sebuah perjanjian internasional dapat berlaku efektif dan dihormati oleh para pihaknya, terdapat sejumlah asas fundamental yang mendasarinya. Pemahaman mendalam mengenai asas-asas ini krusial bagi siapa saja yang berkecimpung dalam dunia hukum internasional maupun diplomasi.
Asas Pacta Sunt Servanda adalah prinsip yang paling mendasar dan tak tergoyahkan dalam hukum perjanjian internasional. Frasa Latin ini berarti "perjanjian harus ditepati". Esensi dari asas ini adalah bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah oleh negara-negara yang berdaulat bersifat mengikat dan harus dilaksanakan dengan itikad baik oleh para pihak yang menandatanganinya. Tanpa asas ini, konsep perjanjian internasional akan kehilangan makna dan kekuatan hukumnya.
Penerapan asas Pacta Sunt Servanda tidak hanya sebatas kewajiban untuk mematuhi setiap klausul yang tertulis dalam perjanjian, tetapi juga mencakup kewajiban untuk tidak melakukan tindakan yang dapat merusak objek atau tujuan dari perjanjian tersebut. Mahkamah Internasional (ICJ) sendiri secara konsisten menegaskan pentingnya asas ini dalam berbagai putusannya, menjadikannya sebagai pilar utama dalam sistem hukum internasional.
Meskipun negara terikat oleh Pacta Sunt Servanda, proses pembentukan perjanjian internasional tetap berpijak pada asas kebebasan berkontrak. Asas ini menyatakan bahwa negara-negara memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri isi dari perjanjian yang mereka sepakati, sepanjang tidak bertentangan dengan norma-norma hukum internasional yang bersifat ius cogens (norma yang tidak dapat dilanggar, seperti larangan genosida atau agresi). Kebebasan ini mencakup hak untuk bernegosiasi, merumuskan klausul, menentukan ruang lingkup berlakunya perjanjian, serta memilih para pihak yang akan terikat olehnya.
Kebebasan berkontrak ini penting untuk memastikan bahwa perjanjian yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kepentingan dan kehendak negara-negara yang terlibat, sehingga mendorong komitmen yang lebih kuat untuk melaksanakannya. Namun, kebebasan ini tidak mutlak; ia harus dijalankan dalam kerangka hukum internasional yang berlaku umum.
Asas itikad baik merupakan pelengkap dari Pacta Sunt Servanda. Pelaksanaan perjanjian harus dilakukan dengan penuh kejujuran, niat baik, dan tanpa maksud untuk memperdaya atau merugikan pihak lain. Itikad baik ini harus tercermin sejak tahap negosiasi, penandatanganan, hingga pelaksanaan dan pengakhiran perjanjian. Negara diharapkan bertindak secara kooperatif dan transparan, serta memberikan informasi yang relevan kepada pihak lain jika diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan perjanjian.
Lebih jauh lagi, asas itikad baik juga mencakup kewajiban untuk tidak menggunakan alasan-alasan teknis atau formalitas belaka untuk menghindari kewajiban yang timbul dari perjanjian. Ini adalah prinsip moral dan etika yang kuat yang harus dipegang teguh oleh setiap negara dalam interaksinya di panggung internasional.
Asas resiprositas merujuk pada prinsip timbal balik dalam pelaksanaan perjanjian. Artinya, hak dan kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian akan dilaksanakan oleh masing-masing pihak berdasarkan apa yang diberikan atau dilaksanakan oleh pihak lain. Dalam kata lain, jika satu pihak memenuhi kewajibannya, maka pihak lain juga diharapkan untuk memenuhi kewajibannya, dan sebaliknya. Konsep ini seringkali menjadi dasar bagi banyak perjanjian bilateral, seperti perjanjian perdagangan atau perjanjian ekstradisi.
Namun, penting untuk dicatat bahwa asas resiprositas tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk mengabaikan kewajiban secara sepihak jika pihak lain melanggar. Hukum internasional menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa untuk mengatasi pelanggaran, bukan pembalasan tanpa dasar hukum.
Asas spesialis sering dijumpai dalam konteks perjanjian ekstradisi. Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang yang diekstradisikan dari satu negara ke negara lain tidak dapat diadili atau dihukum atas tindak pidana yang berbeda dari tindak pidana yang menjadi dasar permintaan ekstradisi, kecuali negara yang menyerahkan memberikan persetujuannya. Asas ini bertujuan untuk melindungi hak individu yang diekstradisi dari penyalahgunaan proses ekstradisi untuk tujuan politik atau penuntutan atas kejahatan lain yang tidak disepakati.
Asas ini menegaskan bahwa legitimasi suatu tindakan hukum internasional harus tetap terjaga dan tidak boleh disalahgunakan untuk tujuan di luar kesepakatan yang sah.
Keberadaan dan kepatuhan terhadap asas-asas fundamental dalam perjanjian internasional adalah esensial untuk menjaga stabilitas, prediktabilitas, dan keadilan dalam sistem internasional. Asas Pacta Sunt Servanda, kebebasan berkontrak, itikad baik, resiprositas, dan spesialis, masing-masing memiliki peran krusial dalam memastikan bahwa perjanjian internasional berfungsi sebagaimana mestinya, yaitu sebagai alat untuk mengatur hubungan antarnegara secara damai dan konstruktif demi kemaslahatan bersama.