Kurban adalah ibadah mahdhah (ritual murni) yang sangat dianjurkan dalam Islam, khususnya bagi yang mampu. Pelaksanaan kurban mengharuskan pembelian hewan secara mandiri, yang kemudian disembelih atas nama satu atau sekelompok orang. Namun, dalam masyarakat modern, muncul berbagai inovasi dalam pelaksanaannya, salah satunya adalah skema arisan kurban.
Arisan kurban adalah pengumpulan dana secara kolektif melalui sistem undian atau giliran, di mana dana yang terkumpul setiap periode digunakan untuk membeli hewan kurban pada periode giliran tersebut. Tujuannya adalah mempermudah masyarakat yang mungkin belum mampu mengumpulkan dana kurban dalam waktu cepat untuk tetap bisa melaksanakan ibadah kurban secara rutin.
Isu utama yang sering muncul terkait arisan kurban adalah apakah skema ini sejalan dengan prinsip-prinsip fikih Islam, terutama terkait unsur utang, riba, dan akad yang digunakan. Pertimbangan ini menjadi krusial karena menyangkut keabsahan ibadah kurban itu sendiri.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), melalui lembaga Bahtsul Masail, seringkali memberikan panduan fikih terhadap permasalahan kontemporer. Mengenai arisan kurban, terdapat beberapa pandangan yang perlu dicermati, terutama kaitannya dengan akad pinjam meminjam dan jual beli.
Secara umum, hukum arisan kurban sering diperdebatkan karena berpotensi menyerupai skema utang piutang yang dipadukan dengan niat ibadah. Jika arisan tersebut murni berbasis janji (wa'd) untuk menabung bersama dan ketika giliran tiba, uang tersebut dibelikan kurban, maka hal ini bisa dianggap sah asalkan tidak mengandung unsur yang diharamkan.
Namun, para ulama menekankan dua poin penting dalam kajian hukum arisan kurban yang diakses melalui platform online seperti LAZISNU atau sejenisnya:
Munculnya platform online untuk mengelola arisan kurban (seperti layanan yang mungkin disediakan NU Online atau afiliasinya) membawa tantangan baru terkait transparansi dan kepastian hukum. Dalam konteks online, yang paling penting adalah kepastian bahwa dana yang disetorkan benar-benar digunakan untuk membeli hewan kurban pada waktu yang ditentukan, bukan untuk investasi atau transaksi lain.
Banyak lembaga resmi, termasuk yang terafiliasi dengan Nahdlatul Ulama, cenderung merekomendasikan skema tabungan kurban (saving scheme) daripada arisan murni. Tabungan kurban lebih jelas landasan fikihnya karena bersifat donasi atau simpanan tanpa ada unsur undian yang bisa menimbulkan spekulasi atau ketidakpastian kapan seseorang bisa berkurban.
Jika sebuah layanan online mengatasnamakan "Arisan Kurban NU", publik harus memastikan bahwa mekanisme yang digunakan telah melalui kajian Bahtsul Masail dan hasilnya sejalan dengan prinsip kemaslahatan umat. Syarat utama yang harus dipenuhi adalah: tidak ada riba, tidak ada unsur gharar (ketidakjelasan), dan tujuan akhir tetap terlaksananya ibadah kurban dengan sah sesuai syariat.
Singkatnya, meskipun istilah "arisan" memiliki konotasi yang kurang ideal dalam fikih murni karena mengandung unsur utang dan undian, jika tujuannya dikawal ketat untuk memfasilitasi ibadah kurban tanpa unsur bunga atau spekulasi, banyak pandangan kontemporer membolehkannya dengan beberapa catatan penting. Namun, tabungan kurban tetap menjadi alternatif yang lebih kuat secara argumentasi hukum Islam.