Seringkali, ketika seseorang mengalami sesak napas atau batuk kronis yang didiagnosis sebagai asma, pemeriksaan lebih mendalam justru mengarah pada masalah pencernaan: penyakit refluks gastroesofageal (GERD) atau asam lambung naik. Hubungan antara asma dan asam lambung adalah fenomena medis yang cukup umum namun sering terlewatkan.
Apa Itu Refluks dan Kaitannya dengan Paru-Paru?
Asam lambung naik (GERD) terjadi ketika asam lambung mengalir kembali ke kerongkongan. Pada banyak kasus, asam ini hanya menyebabkan sensasi terbakar di dada (heartburn). Namun, bagi sebagian orang, khususnya mereka yang menderita asma, asam ini bisa mencapai saluran pernapasan atas.
Mekanisme pastinya masih dipelajari, namun ada dua teori utama mengenai bagaimana asam lambung dapat memicu atau memperburuk gejala asma. Pertama, refluks mikroaspirasi, di mana partikel kecil isi lambung terhirup langsung ke dalam saluran udara, menyebabkan iritasi dan peradangan langsung pada bronkus, memicu bronkospasme (penyempitan saluran napas).
Teori kedua melibatkan jalur refleks saraf vagal. Iritasi kerongkongan oleh asam lambung dapat memicu respons saraf yang kemudian mengirimkan sinyal ke paru-paru, menyebabkan kontraksi otot di sekitar saluran udara, yang merupakan ciri khas serangan asma. Ini berarti, bahkan tanpa adanya aspirasi langsung, gejala asma tetap bisa muncul.
Gejala Asma yang Diperparah oleh GERD
Pasien yang mengalami asma akibat asam lambung sering kali menunjukkan pola gejala yang khas. Batuk kronis yang tidak merespons baik terhadap obat asma standar (seperti inhaler kortikosteroid dosis rendah) adalah salah satu petunjuk utama. Seringkali, gejala pernapasan ini memburuk setelah makan, saat berbaring, atau di malam hari—waktu-waktu di mana refluks cenderung lebih parah.
Diagnosis dan Penanganan Terpadu
Mendiagnosis asma yang dipicu oleh asam lambung memerlukan pendekatan yang berbeda dari penanganan asma biasa. Dokter biasanya akan mencari bukti GERD melalui wawancara klinis mengenai gejala pencernaan, atau melalui tes khusus seperti pemantauan pH 24 jam untuk mendeteksi refluks asam yang tidak terdeteksi.
Penanganan yang efektif harus menargetkan kedua kondisi secara bersamaan. Mengontrol produksi asam lambung sering kali menjadi kunci untuk meredakan gejala pernapasan yang resisten. Obat-obatan penekan asam, seperti Proton Pump Inhibitors (PPIs) atau H2 blockers, sering diresepkan dalam dosis yang lebih tinggi atau untuk jangka waktu yang lebih lama dibandingkan pengobatan GERD standar.
Perubahan Gaya Hidup yang Mendukung Pengendalian Asam
- Hindari Pemicu Makanan: Batasi makanan pedas, berlemak tinggi, cokelat, mint, dan minuman berkafein atau berkarbonasi.
- Jangan Langsung Berbaring: Usahakan untuk tidak makan setidaknya 3-4 jam sebelum tidur.
- Tinggikan Kepala Tempat Tidur: Menggunakan bantal tambahan atau menaikkan kepala tempat tidur (sekitar 15-20 cm) dapat mencegah asam naik saat tidur.
- Manajemen Berat Badan: Kelebihan berat badan dapat meningkatkan tekanan pada perut, mendorong refluks.
Mengapa Pengobatan Asma Saja Tidak Cukup?
Jika asma Anda kronis dan sulit dikendalikan, meskipun Anda rutin menggunakan inhaler penyelamat dan pengontrol, kemungkinan besar ada faktor pemicu lain yang bekerja. Mengabaikan GERD berarti Anda hanya mengobati gejala peradangan di paru-paru tanpa menghilangkan sumber iritasinya. Setelah asam lambung berhasil dikendalikan melalui diet dan/atau obat-obatan, banyak pasien melaporkan penurunan signifikan dalam frekuensi dan keparahan serangan asma mereka.
Kesimpulannya, bagi mereka yang berjuang melawan asma yang sulit dikendalikan, pemeriksaan menyeluruh terhadap kesehatan pencernaan sangat dianjurkan. Menghubungkan titik antara sensasi terbakar di dada dan sesak napas di paru-paru dapat membuka jalan menuju manajemen kondisi yang jauh lebih baik dan kualitas hidup yang lebih tinggi.